JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah optimistis pertumbuhan impor sepanjang tahun 2018 bisa di bawah 14 persen. Strategi pengendalian impor masih difokuskan pada penggunaan biodiesel 20 persen dan kenaikan tarif 1.147 barang impor. Namun, perlu terobosan untuk jangka panjang untuk mengatasi impor yang masih tinggi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sejauh ini pengendalian impor migas masih terkendala monitoring kebijakan B20. Kendati rata-rata volume impor solar secara harian turun sebesar 7,5 persen, volume impor solar secara tahunan masih naik 13,8 persen. Kenaikan impor paling signifikan oleh Pertamina mencapai 60,72 persen dan Exxonmobil 62,18 persen.
“Dari sisi devisa impor memang mengalami kenaikan yang sangat tinggi, tetapi itu karena harga minyak dan kurs dollar AS tinggi,” kata Sri Mulyani dalam paparan kinerja APBN 2018 bulan Oktober di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Terkait impor non-migas, kebijakan PPh impor untuk 1.147 barang mulai berdampak. Pertumbuhan impor barang konsumsi bulan Oktober 2018 turun menjadi 20 persen. Adapun penurunan rata-rata impor harian 1.147 barang setelah PPh impor 22 berlaku sebesar 41,05 persen dan rata-rata devisa impor harian turun menjadi 3,4 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah berupaya menurunkan impor pada triwulan IV-2018 menjadi 13,5 persen sehingga impor secara tahunan bisa di bawah 14 persen. Pemerintah masih fokus pada implementasi pengendalian impor melalui kebijakan B20 dan kenaikan PPh impor 22.
Genjot pariwisata
Analis Kebijakan Publik Indonesia Services Dialogue (ISD) M Syarif Hidayatullah berpendapat, defisit migas yang semakin dalam menjadi sinyal agar pemerintah tidak hanya berorientasi untuk mendorong ekspor barang, tetapi juga ekspor jasa. Peluang ekspor jasa cukup besar terutama di era kemajuan teknologi dan digital saat ini.
Defisit neraca perdagangan jasa berkisar 7-12 miliar dollar AS dalam delapan tahun terakhir. Namun, tren defisit ekspor jasa semakin meningkat dari 16 miliar dollar AS pada 2010 menjadi 24 miliar dollar AS pada 2017. Sementara itu, jasa travel dan pariwisata mengalami surplus sebesar 4,04 miliar dollar AS sampai kuartal III-2018.
“Sektor pariwisata bisa menjadi quick wins pemerintah untuk menstabilkan transaksi berjalan Indonesia sekaligus motor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan,” kata Syarif.
Setidaknya ada langkah utama untuk mendorong perkembangan ekspor jasa nasional, yaitu memperkuat investasi sektor jasa dengan merevisi aturan daftar negatif investasi dan menghapus pajak pertambahan nilai untuk ekspor jasa. Selama ini ekspor jasa Indonesia terkena pajak berganda karena harus membayar PPN 10 persen di dalam negeri.
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun mengatakan, pemerintah Indonesia dan China telah menyepakati beberapa kerjasama peningkatan ekspor. Misalnya, negosiasi tarif ekspor furnitur, penggunaan platform digital untuk ekspor batubara, peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia ke China menjadi 1,2 juta ton.
“Selain itu ekspor sarang burung walet yang sudah mendominasi di China akan tetap digenjot. Saat ini ada sekitar 21 eksportir dengan total ekspor di atas 200 juta dollar AS,” kata Djauhari.
Impor diperlukan
Terkait perkembangan neraca perdagangan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah terus berupaya mendorong ekspor. "Upaya yang utama adalah mempermudah bahan baku dan memacu industri agar meningkatkan utilitas," kata Airlangga di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Menurut Airlangga, importasi bahan baku dan bahan penolong tetap diperlukan karena tidak semua mempunyai skala keekonomian untuk dihasilkan atau dibuat di Indonesia. Impor barang modal pun dinilai tidak masalah karena akan dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas industri.
"Jadi, kita itu bukan rezim menolak impor. Tetapi, kita itu mengurangi impor. Hal ini karena sebagian bahan baku ada yang bisa dihasilkan di dalam negeri dan ada yang tidak bisa," kata.
Airlangga mengatakan, upaya mendorong substitusi selama ini terus dilakukan untuk mengurangi importasi. "Di akhir bulan ini, misalnya, akan ada peresmian pabrik sintetic rubber yang sebagian besar juga akan untuk ekspor. Demikian pula ground breaking Lotte Chemical senilai 3,5 miliar dollar AS," kata Airlangga.
Sebelumnya, persoalan neraca perdagangan pun sempat disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
"Di neraca perdagangan, betul bahwa isunya pada impor migas. Katakan impor migas itu membuat defisit, tapi kalau kita bisa ekspor lebih banyak lagi maka akan bisa menutup defisit," kata Bambang.
Bambang mencontohkan Thailand yang mengalami surplus transaksi berjalan meskipun negeri tersebut bukan produsen minyak. "Jadi pasti impor minyaknya besar untuk memenuhi kebutuhan. Tetapi impor minyak yang besar itu dia tutupi dengan ekspor yang lebih besar lagi," kata Bambang.
Bambang menuturkan, salah satu kekuatan ekspor Thailand adalah berasal dari industri pengolahan makanan dan minuman. "Sektor kelautan dan perikanan bisa langsung membantu mengurangi current account deficit dengan menambah ekspor," katanya.
Bambang mengatakan hal tersebut pada pembukaan diskusi kelompok terfokus bertajuk Sumbang Pemikiran Kadin Indonesia Untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dalam Rangka Peningkatan Industri Kelautan dan Perikanan.