Tokoh Agama Memiliki Pengaruh terhadap Keputusan Pemilih
Oleh
PRADIPTA PANDU/SATRIO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tokoh agama, seperti ulama, pastor, dan biksu, memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan para pemilih dalam pemilihan umum. Tokoh agama dinilai sebagai panutan yang bukan hanya berdakwah atau berkhotbah, tetapi juga memiliki preferensi politik personal.
Demikian rangkuman berbagai pendapat yang dihimpun Kompas hingga Kamis (15/11/2018) pagi dan berdasarkan hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis pada hari sebelumnya.
Menurut hasil survei LSI itu, 51,7 persen responden memilih tokoh agama, seperti ulama, pastor, dan biksu, sebagai orang yang paling didengar imbauannya. Adapun responden yang menyatakan mendengar imbauan politisi hanya sebesar 11 persen.
Selain itu, 4,5 persen responden mengaku mendengar imbauan dari pengamat. Disusul orang yang berprofesi sebagai pengusaha 3,5 persen, akademisi kampus 1,8 persen, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) 1,7 persen, dan artis terkenal 1,1 persen. Sementara 24,7 persen responden memilih tidak tahu atau tidak menjawab.
Hasil survei juga mencatat, masyarakat yang lebih memilih mendengarkan imbauan tokoh agama dibandingkan pofesi lain berasal dari berbagai macam segmen. Mereka berasal dari segmen berpendidikan dan berpenghasilan tinggi ataupun rendah, segmen pemilih milenial ataupun lansia, hingga segmen pemilih partai dan calon presiden.
Survei nasional tersebut dilaksanakan pada 10-19 Oktober 2018. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan responden 1.200 orang. Survei yang memiliki margin of error lebih kurang 2,8 persen ini juga dilengkapi dengan focus group discussion, analisis media, dan wawancara mendalam.
Peneliti LSI Denny JA, Ikram Masloman, menungkapkan, tokoh agama seperti ulama dinilai sebagai orang yang bukan hanya menyiarkan dan mendakwahkan agama. Akan tetapi, mereka juga memiliki preferensi politik personal yang mungkin akan diikuti oleh para pengikut atau jemaahnya.
”Publik memosisikan tokoh agama sebagai seorang panutan. Hal ini dipertegas dari hasil survei yang menyebutkan mayoritas responden memilih tokoh agama sebagai profesi yang paling didengar imbauannya,” ujar Ikrama saat rilis survei tersebut di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Ikrama menjelaskan, hasil survei menyatakan, terdapat lima tokoh agama Islam yang imbauannya paling banyak diikuti oleh responden. Pertama, Abdul Somad (30,2 persen), Arifin Ilham (25,9 persen), Yusuf Mansur (24,9 persen), Abdullah Gymnastiar/AA Gym (23,5 persen), dan Rizieq Shihab (17 persen).
Menurut Ikrama, hanya kelima tokoh itu yang memenuhi tiga kriteria untuk mendapatkan pengaruh elektoral. Kriteria tersebut meliputi tingkat pengenalan di atas 40 persen, disukai responden di atas 50 persen, dan didengar imbauannya di atas 15 persen.
”Tidak bisa dimungkiri rekam jejak Ustaz Abdul Somad selama ini telah banyak menghiasi media digital. Saya rasa penetrasi dakwah yang begitu luas juga mendongkrak popularitasnya dan menjadi referensi masyarakat,” katanya.
Menjaga kepercayaan
Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo mengatakan, dengan kepercayaan masyarakat Indonesia yang besar terhadap pemuka agama, ia akan terus menjaga kepercayaan tersebut. Ia mengungkapkan, pemuka agama Katolik, baik imam maupun biarawan dan biarawati, dilarang untuk berpolitik praktis. Sebab, ia menilai, fungsi dari pemuka agama adalah mempersatukan umat.
”Misalnya, dalam umat Katolik, kan, aliran politiknya bermacam-macam. Kalau kami (pemuka agama) ikut berpihak, persatuan umat akan hancur,” kata Mgr Suharyo yang juga merupakan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Mgr Suharyo mengimbau setiap pihak yang berkompetisi untuk tidak melakukan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan atau melakukan fitnah, termasuk menyebarkan berita bohong. Ia mengingatkan bahwa karier politik adalah pengabdian. ”Harus diingat bahwa kekuasaan itu diraih demi kesejahteraan rakyat,” kata Mgr Suharyo.
Untuk itu, Mgr Suharyo meminta seluruh pihak agar tetap mengingat tiga kejadian besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia: Kebangkitan Bangsa, Sumpah Pemuda, dan Proklamasi. ”Kalau mengingat tiga peristiwa itu, serta merawat dan menjadikannya warisan, Indonesia akan maju,” tutur Mgr Suharyo.