Ketika Milenial Indonesia Bergerak...

Presiden Joko Widodo bersiap berfoto bersama peserta Indonesia Millenial Movement di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (12/11/2018).
BOGOR, KOMPAS -- Seratusan pemuda dan pemudi yang sekarang lebih akrab disebut milenial duduk di Ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogor, Senin (12/11/2018) pagi. Bertemu dan swafoto dengan Presiden Joko Widodo pasti menjadi harapan. Tapi lebih penting lagi, mereka menyampaikan komitmen sebagai milenial untuk menolak ekstremisme dan intoleransi.
Dalam kegiatan Indonesia Millenial Movement, pemudi-pemuda berusia 17-25 tahun sampai pada deklarasi yang disebut Deklarasi Percaya Indonesia.
Deklarasi yang meneguhkan tekad untuk berpikir kritis, berpartisipasi dalam menangkal intoleransi dan ekstremisme, dan semangat para milenial ini untuk menjadi penggerak perdamaian, mempromosikan perdamaian, menjunjung tinggi nilai kebinekaan, membangun dan memperluas interaksi serta kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan ini dibacakan Yokbet Merauje (18) peserta dari Papua sekaligus mahasiswi semester 1 Universitas Terbuka di hadapan Presiden Joko Widodo.
Kekhawatiran semakin permisifnya mahasiswa dan pelajar pada intoleransi dan radikalisme muncul ketika beberapa survei menunjukkan hal itu. Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) pada 2010 menunjukkan bahwa 48,9 persen siswa di Jabodetabek menyatakan setuju terhadap aksi radikal.
Survei paling mutakhir dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada 2017 terhadap kalangan mahasiswa dan pelajar. Hasilnya, opini radikal sebesar 58 persen, opini intoleransi internal sebesar 51,1 persen, dan opini intoleransi eksternal sebesar 34,4 persen.
Maarif Institute bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta dan UNDP Indonesia – Convey Indonesia mengadakan Indonesia Millennial Movement selama lima hari pada 9-13 November 2018 dengan memadukan metode di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor).
Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain TED Talk Show, kelompok diskusi terfokus, dan powerful public speaking, kunjungan ke Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, serta eksibisi dan kampanye perdamaian yang dilaksanakan di Kawasan Kota Tua, Jakarta.
Salah seorang peserta Syarifah Zainab Aidid (22), mahasiswi Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra Jakarta, gembira mengikuti dengan 100 peserta dengan beragam latar agama, budaya, suku, mazhab. Ketika semua saling menyapa, saling bicara, saling mengenal, menurut Zainab, tidak akan muncul sikap anti satu sama lain. Dengan semakin mengenal, tahu, dan paham, tidak akan muncul prasangka.
Di sisi lain, lanjut Zainab, generasi milenial perlu kritik dan mau mengecek silang kebenaran kabar berita yang muncul di media sosial. Generasi milenial bukan generasi asal manut atau asal mengiyakan.
“Justru generasi milenial bukan kelompok yang iya iya manut aja, tapi memiliki modal berpikir kritis. Dari berpikir kritis, akan muncul tindakan-tindakan yang sesuai nalar-nalar dan akal sehat,” tambah Zainab.

Yokbet Merauje (18) peserta dari Papua sekaligus mahasiswi semester 1 Universitas Terbuka, membacakan Deklarasi Percaya Indonesia di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (12/11/2018).
Menurut Manajer Program Maarif Institute Pipit Aidul Fitriyana, untuk menghindari pengaruh dari politisi yang ingin mendorong intoleransi demi kekuasaan, milenial harus betul-betul tahu dan melek politik, tidak bisa sekadar sok tahu apalagi apatis dengan politik.
Dengan bersikap kritis, kendati akrab dengan gawai, generasi milenial tak akan mudah menelan mentah-mentah ujaran-ujaran kebencian dan poin-poin intoleransi. Apalagi sesungguhnya, yang dirugikan adalah milenial sendiri, sedangkan politisi yang sengaja menciptakan bibit-bibit intoleransi akan diuntungkan.
Presiden Joko Widodo gembira menerima teks deklarasi yang dibacakan Yokbet. Presiden kembali mengingatkan, banyaknya perbedaan-perbedaan baik geografis, suku, agama, adat istiadat di Indonesia memang sangat luar biasa. Ketika terlampau terpaku pada perbedaan, kita bisa lupa bahwa sesungguhnya semua warga negara Indonesia adalah saudara sebangsa setanah air.
Perbedaan-perbedaan ini kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan politik dengan memunculkan isu-isu intoleransi. Masalahnya, menurut Presiden, intoleransi lebih banyak didorong peristiwa-peristiwa politik mulai pilkada bupati/wali kota, pilkada gubernur, sampai pemilu presiden.
“Kejadiannya banyak dimulai dari situ. Ada pilbup, nanti antarkampung tidak saling ngomong, nggak saling nyapa, ada pilwalkot antartetangga nggak saling ngomong, karena pilgub antarumat menjadi ada gesekan,” tutur Presiden dalam sambutannya.
Intoleransi jelas sangat berbahaya untuk kehidupan berbangsa. Untuk hal-hal seperti persatuan dan kesatuan bangsa atau masalah apapun, kata Presiden, Buya Syafii Maarif selalu memberikan masukan.
Buya yang sudah berusia 83 tahun tak lelah memberikan nasihat-nasihat baik langsung ataupun melalui sambungan telepon. Karenanya, Joko Widodo pun menyebutkan Buya Syafii Maarif sebagai orang yang dikaguminya.

Salah seorang peserta Indonesia Millenial Movement mengajak Presiden Joko Widodo membuat vlog di halaman Istana Kepresidenan Bogor, Senin (12/11/2018).
Bahkan, karena semangatnya, Presiden menyebut Buya seperti milenial. “Apalagi kalau beliau ini berbicara masalah persatuan, masalah kerukunan, masalah persaudaraan, masalah ukhuwah, dan bicara mengenai kemajuan indonesia, memajukan indonesia. Karena kita sadar tantangan ke depan bukan semakin ringan tapi semakin berat. Tapi kondisi negara kita ini memang berbeda beda,” tutur Presiden.
Untuk itu, Presiden menyambut baik acara seperti Indonesia Millenial Movement.
“Kita harapkan kita bergerak bersama-sama untuk membawa negara ini ke dalam sebuah kemajuan tapi dengan cara-cara yang sejuk, cara-cara yang baik. Dan selalu saya sampaikan marilah kita hijrah dari ujaran-ujaran kebencian kepada ujaran-ujaran kebenaran. Hijrah dari pesimisme ke optimisme. Hijrah dari pola konsumtif ke pola-pola yang produktif. Hijrah dari kegaduhan-kegaduhan ke persatuan, kerukunan. Karena itulah yang dibutuhkan,” tambahnya.