BEKASI, KOMPAS – Mitigasi kemacetan yang muncul akibat pembangunan tiga proyek nasional di Jalan Tol Jakarta-Cikampek tidak dipikirkan secara matang sejak awal. Kemacetan yang sudah berlarut-larut selama setahun belakangan pun kian sulit dikurangi. Kemacetan parah di Jalan Tol Jakarta-Cikampek terjadi selama setahun terakhir.
Pembangunan Tol Jakarta-Cikampek II Layang, kereta ringan (LRT) Jabodebek, dan kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikerjakan secara bersamaan mengambil sebagian lajur, sehingga jalan menyempit. Ketiga proyek sempat dihentikan pada 22 Desember 2017-2 Januari 2018 untuk mengurangi macet selama libur Natal dan Tahun Baru.
Hingga Jumat (9/11/2018) sore, lalu lintas di tol tersebut masih padat. Berbagai jenis kendaraan seperti minibus, sedan, dan truk kontainer memenuhi jalan, baik dari arah Jakarta maupun dari arah Cikampek.
Areal proyek yang berada di badan jalan ditutupi seng. Di balik sekat tersebut, terdapat alat berat yang masih beroperasi. Setiap hari, pengendara harus berjibaku dengan kondisi tersebut. Mereka membutuhkan waktu setidaknya enam jam untuk perjalanan Jakarta-Bandung maupun sebaliknya.
Menurut Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto, dampak pembangunan ketiga proyek ini semestinya bisa dikurangi. “Akan tetapi, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah kerap tidak memikirkan mitigasi dampaknya sejak awal,” kata Yoga.
Misalnya, PT Jasa Marga selaku pengelola semestinya memberikan informasi jelas mengenai hambatan lalu lintas sejak di gerbang tol. Dengan begitu, konsumen dapat mengambil keputusan secara tepat.
Selain itu, PT Jasa Marga juga bisa bekerja sama dengan pengelola kereta api untuk mmemindahkan sebagian beban jalan tol. Selama ini, kapasitas kereta Jakarta-Bandung masih terbatas, sehingga masyarakat masih gemar menggunakan kendaraan pribadi. “Mungkin PT Jasa Marga bisa membayarkan biaya penambahan rangkaian kereta api,” ujar Yoga.
Dalam Pasal 52, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan pula bahwa badan usaha semestinya menyediakan jalan pengganti, jika pembangunan tol melewati jalan yang sudah ada. Jika tol berada di atas jalan yang sudah ada, jalan tersebut juga harus tetap berfungsi dengan baik. Kemudian, jika pembangunan tol mengganggu lalu lintas yang sudah ada, badan usaha terlebih dulu menyediakan jalan pengganti sementara yang layak.
Namun, tidak ada jalan pengganti dalam proyek pembangunan tol layang, LRT, dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Jalan arteri yang memungkinkan dilewati di Kota Bekasi pun tidak kondusif, karena berada di tengah pembangunan Tol Becakayu dan proyek daerah seperti flyover Cipendawa dan Rawapanjang.
Sebelumnya, Cece Kosasih, Deputi General Manajer Pengelolaan Lalu Lintas PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Cikampek mengakui, konsep mitigasi pada pekerjaan yang mengganggu lajur memang dibutuhkan. Tetapi hal tersebut belum dirumuskan.
Pihaknya pun tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut sendiri. Butuh koordinasi dengan semua pihak yang terkait dengan proyek pembangunan. Sementara itu, pihak Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) belum bisa dihubungi hingga berita ini ditulis.
Potong tarif tol
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, rumusan mitigasi kemacetan baru akan dibahas pada Minggu (11/11). Pembahasan melibatkan 26 orang yang antara lain berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, PT Jasa Marga, Polri, dan sejumlah perusahaan kontraktor. “Target pertemuan tersebut adalah merumuskan solusi untuk mengurangi kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek,” kata dia.
Bambang menambahkan, BPTJ akan mengusulkan agar dilakukan edukasi publik mengenai teknik konstruksi proyek dan langkah menjamin keselamatan kerja. Informasi mengenai jadwal kesibukan proyek juga perlu disebarkan agar masyarakat bisa mengatur waktu perjalanan, terutama tidak bepergian pada malam hari.
“Kami juga akan bernegosiasi dengan pengelola Tol Becakayu untuk menurunkan tarif, agar masyarakat memiliki alternatif,” ujar Bambang. Menurut rencana, negosiasi dilakukan pekan depan. Ia menargetkan, tarif bisa turun dari Rp 14.000 menjadi Rp 10.000.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Bekasi Johan Budi mengatakan, kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek berdampak pada ruas jalan arteri di Kota Bekasi. Agar tetap kondusif, pemerintah pusat perlu membantu untuk membatasi jam operasi kendaraan angkutan barang dan melarang kendaraan dengan muatan lebih dari 8 ton.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, untuk jangka pendek, kemacetan di tol dapat dikurangi dengan memperbanyak bus umum dari semua kawasan perumahan yang akan melalui tol. Sarana kereta api Jakarta-Bandung pun perlu ditambah. “Untuk jangka panjang, tidak bisa tidak, optimalisasi transportasi umum sangat menentukan,” kata Djoko.