Terjebak macet itu pengalaman buruk bagi siapa pun. Dampaknya tak melulu sekadar telat sampai ke tujuan. Berjam-jam menghabiskan waktu di jalanan, di luar waktu bekerja, tentu melelahkan. Belum lagi kalau dihitung kerugian ekonomi, misalnya dari bahan bakar yang terbuang percuma selama terhenti tak jelas di tengah tol, banyaknya jadwal yang molor karena waktu habis untuk mengaspal, dan banyak kebutuhan penting lain, seperti orang yang ingin segera berobat ke rumah sakit atau lainnya yang mungkin saja jika terlambat sampai ke tujuan dapat membahayakan jiwa.
Namun, mungkin saja karena sudah terlalu biasanya kemacetan melanda Jakarta dan sekitarnya, termasuk di kawasan Bekasi, membuat semua orang permisif terhadap fenomena ini. Padahal, banyak hal yang dapat diperhitungkan terlebih dahulu dan direncanakan matang antisipasinya sebelum ”neraka” kemacetan itu terjadi.
Kamis (8/11/2018), misalnya, saat waktu hampir menunjukkan pukul 09.30 dan situasi lalu lintas Tol Jakarta-Cikampek di kawasan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan, tak kunjung lengang. Berbagai jenis kendaraan, mulai dari sedan, minibus, hingga truk kontainer, justru semakin memadati badan jalan. Laju kendaraan pun tersendat-sendat.
Hampir tidak ada bagian jalan yang kosong, kecuali sisa ruang berhenti antarkendaraan. Mereka saling berebut sisi jalan yang kosong demi sampai tempat tujuan lebih dulu. Sebuah mobil yang mengarah ke Jakarta hendak mencoba berpindah karena lajur di sebelahnya kosong.
Sebelum ia membelokkan setirnya, pengendara mobil itu sudah diklakson oleh sebuah truk yang sedang bergerak pada jalan yang akan diambil. Ia pun mengurungkan niatnya dan membiarkan truk tersebut lewat.
”Memang pasti macet mau sepagi apa pun berangkatnya,” kata Rian, salah satu pengendara mobil, Kamis.
Rian, warga Bekasi Timur, hampir setiap hari melintasi jalan tol itu. Ia menggunakannya untuk berangkat ke tempat kerjanya yang berada di Cawang, Jakarta Timur. Alih-alih mempersingkat durasi perjalanan, ia malah kerap terlambat datang.
Kondisi arus lalu lintas semakin buruk setelah munculnya pembangunan beberapa proyek. Belum selesai kereta rel ringan (light rail transit/LRT) dibangun, muncul konstruksi tol layang (elevated toll) yang memakan sebagian badan jalan.
Rian mengungkapkan, kemacetan pada ruas tol di wilayah Bekasi sudah ada sejak sebelum adanya proyek pembangunan. Namun, saat itu penumpukan kendaraan belum terlalu berpengaruh terhadap waktu tempuh.
Pria berusia 33 tahun ini mengaku dalam kondisi jalan yang biasa, ia dapat sampai di kantornya dalam waktu sekitar 45 menit. Setelah adanya pengerjaan tiga proyek secara bersamaan, perjalanan ke Cawang kini memakan waktu hingga dua setengah jam.
”Mau lewat jalan biasa juga sama saja macetnya. Banyak yang berpikiran seperti itu (menggunakan jalan biasa),” tutur Rian yang sudah tinggal di wilayah Bekasi selama lima tahun.
Bukan hanya saat berangkat, kemacetan akan kembali terjadi pada titik yang sama begitu memasuki jam pulang kantor. Bapak satu anak ini biasanya memilih langsung pulang jika tidak ada keperluan mendesak lain seperti rapat.
Keadaan yang sama juga harus dihadapi oleh Heri. Ia juga berjibaku hampir saban hari di tengah padatnya lalu lintas jalan tol. Perjalanan yang ia lalui untuk sampai tempat bekerja di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, dapat mencapai dua jam lebih.
Berbeda dengan Rian yang memilih ”melawan” macet pada jam pulang kerja, Heri lebih memilih untuk pulang larut malam untuk menghindari volume kendaraan yang memuncak. Warga Bekasi Selatan itu mengatakan, meski tetap padat dan tersendat-sendat, arus lalu lintas cenderung lebih lengang pada malam hari.
”Mending santai dulu di kantor atau nongkrong bersama teman sampai macet agak berkurang daripada tua di jalan,” katanya.
Heri mengaku bingung dengan banyaknya proyek yang dilaksanakan pada satu tempat. Menurut pria 29 tahun itu, seharusnya sudah ada solusi tepat untuk mengatasi kemacetan akibat pembangunan yang dilakukan di badan jalan tol.
Untuk memperlancar pergerakan kendaraan, Heri menyarankan agar penyelesaian pembangunan diselesaikan satu per satu agar tidak mengganggu perjalanan. ”Tujuan orang menggunakan jalan tol, kan, supaya bebas hambatan. Ini malah banyak sekali hambatannya,” katanya.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pada ruas jalan tol baiknya disertai pula dengan rencana penanggulangan masalah-masalah yang mungkin terjadi, seperti kemacetan. Dengan begitu, hak pengendara untuk menikmati jalan bebas hambatan tidak terhalang oleh pekerjaan konstruksi.