Kabar Bohong Sebabkan Ribuan Warga Mamasa Mengungsi
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Sebanyak lebih dari 10.600 warga Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, mengungsi akibat sejumlah kabar yang beredar tentang akan datangnya gempa besar dan tanah Mamasa yang berongga serta bisa memicu likuefaksi. Kabar bohong itu tersebar dari mulut ke mulut dengan sangat cepat di tengah sejumlah gempa yang terjadi di daerah itu dalam sepekan terakhir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mamasa Daud Sattu saat dihubungi dari Makassar, Kamis (8/11/2018), mengatakan, akibat penyebaran informasi bohong ini, gelombang pengungsian terus terjadi. Separuh aktivitas warga dan pemerintahan juga lumpuh.
”Sudah sekitar 10.600 warga yang mengungsi ke beberapa kecamatan. Itu data pada Rabu malam. Padahal, pengungsian masih terus terjadi. Warga panik akibat banyak kabar yang beredar bahwa akan terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo di atas 8. Kabar yang menyebar itu juga menyebut bahwa tanah di Mamasa berongga dan bisa menyebabkan likuefaksi,” tutur Daud.
Menurut Daud, pihak pemerintah, kepolisian, TNI, dan tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah berupaya turun menenangkan warga dengan menangkal kabar bohong itu, tetapi belum membuahkan hasil. Warga lebih percaya berita yang beredar.
Gempa yang terjadi di Mamasa sejak Sabtu (3/11) adalah akibat pergerakan Sesar Saddang. Berdasarkan data Balai BMKG Wilayah IV Makassar, gempa bervariasi dengan magnitudo 3 hingga 5,2. Sejak Sabtu, lebih dari 170 kali gempa terjadi.
Di antara gempa ini, sebanyak dua kali dalam magnitudo 5,2 dan kedalaman 10 kilometer, yakni pada Selasa (6/11) dini hari dan Rabu (7/11) petang. Pihak BMKG menyebut gempa tak berpotensi tsunami. Ini adalah proses yang terjadi setelah gempa di Palu agar patahan mencapai titik keseimbangan.
Berdasarkan data BPBD Mamasa, gempa menyebabkan 13 bangunan rusak ringan dan berat, tak ada korban meninggal ataupun luka. Itu sebabnya pemerintah belum menetapkan status bencana.
Ketua Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Adi Maulana mengatakan, gempa yang terjadi di Mamasa diperkirakan tak akan lebih besar dari Palu dan energinya akan terus berkurang setelah pelepasan besar di Palu. Pemerintah dan warga hanya diminta mewaspadai kemungkinan longsor, terutama pada tanah yang sudah mengalami rekahan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di Mamasa, sejak Selasa warga mengungsi ke beberapa kecamatan, seperti Sumarorong, Tanduk Kalua, Mambi, dan Kecamatan Mamasa. Hujan yang terjadi beberapa hari terakhir di Mamasa membuat warga kesulitan di tempat pengungsian.
”Lapangan dan tempat lain yang digunakan warga mengungsi becek. Sekarang warga tersebar di rumah keluarga, balai pertemuan desa, dan di jalan-jalan. Mereka juga mulai kesulitan bahan makanan, terutama warga yang mengungsi jauh dari rumah karena saat mengungsi hanya membawa bekal seadanya,” ungkap Irwan, warga Mamasa.
Gelombang pengungsian juga menyebabkan separuh aktivitas di Mamasa lumpuh. Kantor pemerintahan dan sekolah tak jalan. Pasar dan toko-toko juga tutup. Hanya warga yang mengungsi di sekitar perkampungan yang biasanya kembali pada pagi hari untuk menengok rumah. Namun, beberapa toko swalayan berjaringan tetap buka karena diminta oleh petugas.