JAKARTA, KOMPAS – Aparat penegak hukum dan keamanan menyepakati bahwa perlindungan tumbuhan dan satwa liar dilindungi penting dilakukan. Mereka pun diminta menegakkan integritas dan konsisten menjalankan tugasnya tersebut demi melindungi masa depan generasi Indonesia mendatang.
Catatan WWF melalui laporan global Living Planet Report 2018 yang diluncurkan 30 Oktober 2018, terdapat setidaknya 60 persen hewan bertulang-belakang hilang dalam kurun waktu 50 tahun. Mereka terancam oleh aktivitas manusia yang diantaranya perdagangan satwa liar akibat tingginya permintaan pasar terhadap beberapa spesies.
“Kejaksaan melihat secara obyektif, kondisinya sangat memprihatinkan dengan perdagangan satwa liar yang marak. Institusi kami tergerak untuk mencegah dan menindak agar kejadian ini tidak berlangsung karena merugikan sumberdaya hayati dan ekosistem yang dalam jangka panjang berdampak pada sumber-sumber pangan manusia,” kata Mukri, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung, Senin (5/11/2018), di Jakarta, di sela-sela peluncuran kampanye WWF Indonesia: Stop Perdagangan Satwa Dilindungi.
Dalam kegiatan itu diikuti pula pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Santos Gunawan Matondang, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia Hayu Prabowo serta atlet Asian Para Games 2018 Jendi Pangabean, Nanda Mei Sholihah, serta Hanik Puji Astuti.
Mukri mengatakan, pimpinan Kejagung telah menginstruksikan jajaran jaksa untuk menangani perkara kejahatan tumbuhan dan satwa liar secara serius dan konsisten. Ini dilakukan pada saat penuntutan maupun kelanjutan perkara dengan memonitor vonis-vonis yang dijatuhkan.
“Bila vonis tidak sesuai rasa keadilan atau kurang dari setengah akan mengajukan upaya hukum (banding),” kata dia. Disebabkan putusan saat ini sekitar 2-3 tahun dan bila di bawah itu jaksa akan mengajukan upaya banding.
Korupsi
Laode Syarif mengatakan, kejahatan TSL terkait dengan korupsi. Ia mencontohkan perdagangan TSL ke luar negeri melibatkan aparat pemerintah seperti karantina hingga bea cukai. Bahkan ketika belum menjadi anggota KPK, saat menumpang di kapal laut, ia mendapati aparat pemerintah/keamanan malah memperdagangkan atau mem-backup perdagangan TSL.
“Harusnya aparat pemerintah atau aparat hukum dipercayakan untuk menjaga tapi malah memperjualbelikannya. Itu koruptif,” kata dia.
Contoh lain, saat menyambangi pejabat koleganya sesama penegak hukum, Laode juga menjumpai pajangan satwa liar seperti awetan burung cenderawasih dalam kaca. “Ada pejabat yang menyimpan bangkai (awetan) binatang dilindungi tapi menganggapnya sebagai kebanggaan,” kata dia.
Padahal, bisa saja awetan tersebut didapatkan dari gratifikasi yang bisa diperkarakan. Namun hingga kini, ia mengaku belum pernah menindak aparat seperti itu.
Kepala Pusat Penerangan TNI Santos Gunawan mengatakan TNI yang berjaga di pulau terluar dan perbatasan juga membantu aparat lain dalam menangkal penjualan satwa liar illegal, termasuk praktik penyelundupan. “Seperti di Batam dan Dumai, kami bersama-sama (aparat penegak hukum) menggagalkan penyelundupan,” kata dia.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Fadil mengatakan pihaknya meminta masyarakat aktif melaporkan indikasi atau temuan kejahatan TSL melalui aplikasi “e-pelaporan satwa dilindungi”. Sementara ini, aplikasi tersebut baru bisa diunduh ponsel berbasis android melalui playstore.
Selain secara daring, ia pun menyebutkan masyarakat bisa melapor ke Direktorat Kriminal Khusus Polda. Ia mengatakan agenda penanganan kejahatan TSL ini sangat penting karena menjadi sorotan dunia. “Satu gajah mati di Aceh itu jadi perhatian sampai Eropa,” kata dia.
Hayu Prabowo mengatakan perlindungan tumbuhan dan satwa liar ini penting bagi kehidupan manusia. Ia mencontohkan perburuan harimau dan hiu yang merupakan predator puncak, akan berpengaruh pada keseimbangan ekosistem.
Di laut, ini menyebabkan ikan karnivora menjadi banyak dan memakan ikan herbivora. Akibatnya, pertumbuhan alga tidak terkendali sehingga menyebabkan perairan miskin oksigen.
“Jika kita tidak bisa lindungi, efek akan berbalik pada manusia. Jadi kita jaga untuk diri kita sendiri juga,” kata dia.
CEO WWF Indonesia Rizal Malik menyebutkan kampanye yang didengungkan WWF Indonesia ini mendorong peran aktif masyarakat. “Masyarakat bisa menggunakan e-pelaporan dengan foto sehingga penegak hukum tidak bisa diam lagi terus menerus dibombardir. Semoga ini menjadi tekanan cukup pada penegak hukum,” kata dia.
Selain itu, tekanan publik diharap bisa mendorong penegak hukum untuk tegas menindak pasar-pasar burung yang memperjualkbelikan satwa dilindungi. Dengan tekanan publik yang terus meningkat, ia berharap aparat lebih aktif bergerak menindaklanjutinya.