PALANGKARAYA, KOMPAS – Proses penegakan hukum kasus penyuapan anggota DPRD Provinsi Kalteng diharapkan berlanjut pada pidana kejahatan lingkungan lainnya. Kasus tersebut juga diharapkan menjadi pintu masuk untuk evaluasi perijinan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengatakan, pihak penegak hukum juga tegas menindak perusahaan yang terbukti merusak lingkungan, khususnya di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng.
“Harus dikembangkan lagi kasusnya, harus ada evaluasi perijinan. Karena selain pencemaran ada banyak masalah perijinan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan konflik sosial,” ungkap Dimas di Palangkaraya, Senin (5/11/2018).
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) 14 orang yang di antaranya anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalteng dan sejumlah pengusaha. Dari 14 orang, KPK menetapkan tujuh tersangka, empat anggota DPRD Provinsi Kalteng dan tiga direksi dari dua perusahaan perkebunan sawit.
Anggota DPRD Provinsi Kalteng yang ditetapkan tersangka, antara lain Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B Punding LH Bangkan, serta dua anggota Komisi B yakni Edy Rosada dan Arisavanah.
Tiga orang dari perusahaan perkebunan adalah Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP)/Wakil Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Edy Saputra Suradja, CEO PT BAP wilayah Kalteng bagian utara Willy Agung Adipradhana, dan Manajer Legal PT BAP Teguh Dudy Syamsury Zaidy.
Hal serupa juga disampaikan Manajer Program Monitoring Save Our Borneo (SOB) Habibi. Menurutnya, selain anggota DPRD Provinsi Kalteng, ada pihak perusahaan yang ditangkap. Artinya, perlu ada sanksi korporasi yang diberikan.
“Bisa saja ini bukan hanya soal pencemaran, apalagi lokasi perusahaan yang bermasalah itu jauh dari danau. Bisa jadi ini persoalan perijinan, atau juga kerusakan lingkungan,” ungkap Habibi.
Menurut Habibi, masih banyak perusahaan perkebunan di Kalteng yang belum memiliki hak guna usaha (HGU). Hal itu dilihat pembagian wilayah berdasarkan SK Menteri Kehutanan tahun 2012 tentang Kawasan Hutan Kalteng.
“Sebagian besar perusahaan khususnya di sekitar Sembuluh itu beroperasi di wilayah hutan produksi terbatas, sisanya adalah kawasan hutan produksi, hutan lindung, konservasi, jadi pasti ijinnya bermasalah,” kata Habibi.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Halind Ardy mengungkapkan, PT BAP yang bermasalah memang anggota Gapki Kalteng. Namun, menurutnya kasus itupersoalan internal perusahaan dan Gapki Kalteng tidak akan mengeluarkan perusahaan dari keanggotannya.
“Perusahaan keluar dari keanggotaan kalau mengundurkan diri, lagi pula belum tentu mereka bersalah, kan belum sidang,” kata Halind.
Halind menyetujui kalau persoalan itu juga berkembang ke masalah perijinan. Menurutnya, masih banyak perusahaan yang sedang mengurus ijin, namun belum bisa selesai karena banyak persoalan.
“Jangan hanya dilihat dari perusahaan, tetapi mungkin saja masalahnya ada di pemberi ijin,” ungkap Halind.
Wakil Gubernur Kalteng Habib Said Ismail mengungkapkan, kasus OTT KPK tersebut menjadi pelajaran bagi birokrasi di Kalteng juga. Selain itu, ia juga berjanji akan membenahi persoalan di Danau Sembuluh.
“Harus ada solusi bersama oleh semua pihak. Danau itu danau terbesar di Kalteng dan memiliki pesona, sayang sekali kalau rusak,” ungkap Habib.