Mayoritas Badan Publik di Indonesia Tidak Informatif
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Informasi Pusat menilai, sistem informasi publik dari sebagian besar badan publik dinilai "tidak informatif". Budaya keterbukaan informasi publik perlu terus didorong demi mempermudah pengawasan dan memastikan tata kelola pemerintah yang baik, transparan, dan akuntabel.
Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Gede Narayana menyatakan, dari hasil monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi publik pada 2018 yang dilakukan kepada 460 badan publik, sebanyak 65,87 persen badan publik yang dievaluasi ternyata "tidak informatif". Sisanya, sebanyak 11,52 persen dinilai "kurang informatif", 11,52 persen "cukup informatif", 7,83 persen "menuju informatif", dan hanya 3,26 persen yang dinilai "informatif".
Badan publik yang dievaluasi dan dimonitor KIP terdiri dari perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara, lembaga non struktural, lembaga negara dan lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, kementerian, dan partai politik. "Harus digarisbawahi bahwa keterbukaan informasi publik di Indonesia masih jauh dari tujuan yang diamanatkan UU KIP (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). Dorongan yang besar masih diperlukan untuk menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya untuk mewujudkan tata keloka pemerintah baik dan bersih," tutur Gede, Senin (5/11/2018), dalam acara Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik tahun 2018 di Istana Wakil Presiden, Jakarta.
Acara itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta sejumlah pimpinan badan publik, termasuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Ketua Umum Partak Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
"Visi besar pengembangan keterbukaan informasi adalah mewujudkan masyarakat yang cerdas serta penyelenggaraan negara yang baik, bersih, transparan, dan akuntabel," tambah Gede.
Dari 15 badan publik yang dinilai informatif, beberapa dari mereka memperoleh nilai tertinggi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (96,95), Kementerian Keuangan (96,90), Kementerian Komunikasi dan Informatika (94,88), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (94,30), Badan Tenaga Nuklir Nasional (93,80), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (93,19). Nilai tertinggi sebesar 100.
Selain itu, ada pula sejumlah provinsi yang dinyatakan belum membentuk Komisi Informasi Provinsi, seperti yang diwajibkan dalam UU 14/2008. Provinsi itu adalah Papua Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
"Tanpa integritas kita tidak bisa menjalankan demokrasi dan sistem pemerintahan yang baik. Integritas juga memudahkan kita melakukan pengawasan," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pada 2018, monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi seluruh badan publik dilakukan menggunakan kuesioner dengan dua indikator. Pertama adalah pengembangan situs internet yang terkait dengan PPID (pejabat pengelola informasi dan dokumentasi). Kedua yaitu pengumuman informasi publik yang dapat diakses oleh masyarakat dengan cepat dan mudah.
Tahun ini, sebanyak 289 badan publik atau 62,83 persen mengisi dan mengembalikan kuesioner. Partisipasi itu meningkat dibanding 2017, di mana tingkat partisipasi hanya sekitar 40 persen.
Dalam UU 14/2008 disebutkan,"Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana."