JAKARTA, KOMPAS - Setelah dua pekan memburu penyebar berita bohong, polisi satu per satu menangkap tersangka. Mereka diringkus petugas di tempat dan waktu yang berbeda.
Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI meringkus enam tersangka penyebar kabar bohong (hoaks) penculikan. Penangkapan tersangka terjadi di tempat dan waktu yang berbeda. Akibat perbuatannya itu, mereka terancam hukuman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Ancaman itu sesuai dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 390 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, serta Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kepala Biro Penerangan Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Sabtu (3/11/2018), mengatakan, penangkapan tersangka dilakukan dari Rabu hingga Jumat (31/10-2/11). Pelaku terdiri atas lima laki-laki, yaitu Da (41), EW (31), RA (33), JHS (31), dan Nu (23), serta seorang perempuan, DNL (20).
Tersangka menyebarkan berita bohong tentang penculikan itu melalui media sosial, seperti Facebook, dan grup percakapan Whatsapp. Mereka mengaku iseng menyebarkan berita bohong kepada koleganya agar berhati-hati pada isu penculikan.
”Penyidik Bareskrim Polri masih menyelidiki apakah ada kemungkinan mereka sengaja dibayar untuk menyebarkan berita yang meresahkan masyarakat,” ujar Dedi Prasetyo, Sabtu.
Operasi pencarian mereka, kata Dedi, dijalankan sekitar dua pekan. Awalnya, polisi melakukan pemetaan sebaran berita bohong itu. Polda Metro Jaya juga mengeluarkan pernyataan bahwa selebaran itu adalah bohong.
Telanjur menyebar
Namun, informasi yang disebarkan berantai di media sosial itu sudah telanjur tersebar di dunia maya. ”Ada kemungkinan tersangka akan bertambah karena tim terus bekerja memitigasi penyebar hoaks,” ujar Dedi.
Salah satu tersangka, Nu (23), ditangkap di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Jumat. Nu terbukti mengunggah status berbunyi ”Hati-hati jagain anak tengah malam maupun pagi. Semalem penculik udah nyampe Kp Cibuntu, Terminal Sukaraja” di akun Facebook ZHA VSB.
Sementara RA (33) ditangkap di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, pada hari yang sama. RA mengunggah status di akun Facebook yang berbunyi ”Berita siang ini, kejadian di Jalan Juanda, Ciputat, Kedaung, terlihat seorang anak kecil sedang ditodongkan senjata tajam ke bagian leher karena tersangka penculikan sudah terkepung warga dan pihak kepolisian. Waspada untuk teman yang punya anak kecil karena sedang marak korban penculikan”.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengapresiasi kinerja kepolisian yang cepat menangkap tersangka penyebar berita bohong penculikan. Pengaduan terkait dengan berita penculikan ini sudah banyak masuk ke KPAI.
Menurut Susanto, hoaks yang viral di media sosial juga membuat sebagian orangtua membayar orang untuk menjaga anaknya di sekolah. Hal itu dilakukan karena orangtua yang bekerja khawatir atas keselamatan anaknya.
”Ini merupakan upaya bagus dari kepolisian untuk menenangkan masyarakat dan mengklarifikasi berita bohong yang beredar beberapa pekan terakhir,” kata Susanto.
Hasanah (30), warga Ciledug, Tangerang, yang memiliki tiga anak, merasa tenang setelah ada klarifikasi dari pihak kepolisian. Selama ini, Hasanah lebih membatasi aktivitas anaknya di luar rumah karena khawatir dengan isu penculikan. Hasanah termakan isu tersebut karena kerap mendapatkan pesan berantai dari grup Whatsapp
”Sejak ada berita penculikan tersebut, saya lebih membatasi aktivitas anak di luar rumah. Maklum, anak saya tiga dan masih usia balita semua. Susah mengawasi saat mereka bermain,” kata Hasanah.