Membangun Taman dengan Cinta
Saat memperjuangkan cinta, seberat apa pun tantangannya akan dihadapi. Hal-hal yang dirasa tak mungkin diwujudkan menjadi mungkin dengan dorongan hasrat cinta, seperti membangun taman dalam semalam saja.
Pergelaran teater rakyat bertajuk Misteri Sang Pangeran di Taman Indonesia Kaya, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (27/10/2018), mengangkat perjuangan seorang pangeran dalam menyatukan cintanya dengan sang putri. Dengan berbagai lika-liku cerita, kisah itu berujung kebahagiaan, sekaligus kesedihan.
Teater rakyat dibesut sutradara kawakan Agus Noor dan dibintangi sejumlah nama beken, seperti Cak Lontong (Lies Hartono), Insan Nur Akbar, Butet Kartaredjasa, Prie GS, Marwoto, Susilo Nugroho, dan Sruti Respati. Ini merupakan pementasan perdana di Taman Indonesia Kaya, yang diresmikan Pemkot Semarang dan Djarum Foundation pada 10 Oktober lalu.
Lakon bercerita tentang sebuah negeri dengan banyak penjahat dan pencuri, yang meresahkan warga, termasuk bagi sekelompok nenek dan sang putri (Sruti Respati). Hingga muncullah dua pangeran, Lontong dan Akbar, yang dengan kekuatannya mampu mengusir para penjahat.
Aksi itu membuat sang putri jatuh cinta kepada Lontong, begitu juga sebaliknya. Sang putri kemudian melapor kepada ayahnya, baginda raja (Butet) bahwa ada seseorang yang telah menyingkirkan orang-orang jahat. Belum selesai bercerita, adipati (Marwoto) mengaku-ngaku dialah yang berhasil mengusir para penjahat.
Tidak hanya itu, adipati ambisius tersebut juga menyebarkan hoaks bahwa seorang penasihat raja (Prie GS) merupakan musuh dalam selimut alias pengkhianat di lingkungan kerajaan. Sang penasihat pun ditangkap prajurit. Semakin merasa berjasa, adipati berharap dinikahkan dengan sang putri.
Lontong dan Akbar kemudian datang ke kerajaan. Sang putri lalu meyakinkan ayahnya bahwa merekalah yang telah menyelamatkan negeri dari para penjahat. Namun, sang raja bingung, apalagi adipati terus menghasut. Alhasil, syarat diberikan kepada Lontong dan Akbar, yakni membangun taman dalam semalam.
Keduanya menyanggupi. Lontong pun amat bersemangat karena hanya dengan cara itulah dia bisa menyatukan cintanya dengan sang putri. Segala upaya dilakukan agar pembangunan taman selesai tepat waktu.
Menjelang rampung, satu fakta terkuak. Lontong ternyata anak baginda raja yang saat bayi dibuang oleh adipati. Lontong kaget. Hasratnya pun sirna seketika karena dia tidak mungkin menikahi adiknya sendiri. Lontong hanya bisa meratapi kegagalannya menikah. Sementara itu, taman terbengkalai.
Memanfaatkan momentum, Akbar maju sambil tertawa riang. Maka, disempurnakanlah pembangunan taman dengan menambahkan cahaya serta air mancur. ”Ada terang ada air mancur, semoga Semarang tambah makmur!” kata Akbar, yang diikuti semburan air mancur menari di Taman Indonesia Kaya. Penonton bersorak.
Sepanjang pertunjukan, para penonton disuguhi dialog-dialog lucu dari para pemain. Termasuk kata-kata dalam bahasa Jawa yang, meskipun terdengar kasar, menunjukkan keakraban, seperti cocot, congor, dan ndasmu. Tak ketinggalan, candaan membolak-balikkan logika ala Cak Lontong.
Pertunjukan terasa kian semarak lantaran diiringi permainan musik Djaduk Ferianto dan Kua Etnika. Bahkan, beberapa kali para pemain turut mencandai para pemain musik. Para pemain juga sesekali bernyanyi, seperti Lontong dan sang putri yang menyanyikan Lagu ”Sempurna” (dipopulerkan Andra and the Backbone).
Ajaib
Selama pentas berlangsung, ratusan penonton enggan beranjak dari tikar dari daun pandan berlogo Taman Indonesia Kaya yang mereka duduki. Lawakan-lawakan kekinian yang dihadirkan Cak Lontong dan Akbar membius mereka. Ini seakan menunjukkan betapa rindunya warga Semarang akan pertunjukan segar nan mengocok perut.
Sukses menghibur penonton, Agus mengatakan, sebenarnya para pemain baru bisa berkumpul lengkap pada hari H. ”Ini ajaib karena sebenarnya terhambat kesibukan masing-masing. Saya memberi ruang kepada para pemain. Prinsipnya seperti teater rakyat atau ketoprak. Yang utama, mereka paham ceritanya,” ujarnya.
Terkait cerita yang disajikan, lanjut Agus, ada unsur gimmick dilempar kepada penonton. Sementara dalam dialog, beberapa di antaranya merupakan spontanitas dari pemain. Semakin menarik, lantaran disusupi sejumlah candaan yang sedang populer di media sosial, seperti ”seberapa geregetnya kamu”.
Sementara itu, menurut Butet, konsep panggung di ruang terbuka seperti di Taman Indonesia Kaya menjadi tantangan tersendiri bagi para pemain. Namun, di sisi lain, hal tersebut menghadirkan suasana yang lebih hangat dan akrab ketimbang ruang pertunjukan tertutup.
Kehadiran Taman Indonesia Kaya, dikatakannya, dapat memberi angin segar bagi para seniman ataupun komunitas seni di Semarang. ”Saya sering mendengar keluhan dari teman-teman kalau di Semarang tidak ada tempat representatif. Namun, ruang terbuka seperti ini dapat dioptimalkan,” kata Butet.
Prie GS juga menganggap positif kehadiran Taman Indonesia Kaya. ”Begitu kota memiliki banyak taman, penduduknya panjang umur. Karena ada ruang publik, ada ruang untuk menyublimasikan sumbatan-sumbatan energinya. Ini kabar baik,” ucapnya.
Keterlibatan seniman asal Semarang juga sudah dimulai pada pementasan perdana di Taman Indonesia Kaya. Selain Prie GS, juga ikut serta antara lain Semarang Magic Community, Sanggar Greget Semarang. Ada juga Jagoan Jagoan Jawa Tengah dan Teater Djarum.
Para pekerja seni asal Semarang pun memiliki banyak kesempatan memanfaatkan Taman Indonesia Kaya. Sebab, Bakti Budaya Djarum Foundation akan menggelar pertunjukan sebulan sekali pada akhir pekan. Sementara tiga akhir pekan lainnya dapat dimanfaatkan para seniman Semarang.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan, pembangunan Taman Indonesia Kaya untuk mewadahi ekspresi para seniman dan pekerja seni. ”Kami harap pementasan ini menjadi sajian akhir pekan yang menghibur dan semakin menumbuhkan rasa cinta masyarakat Kota Semarang terhadap seni pertunjukan,” tutur Renitasari.
Kehadiran ruang publik yang terbuka ini diharapkan benar-benar bisa dimanfaatkan. Selain menjadi ruang berproses bagi para seniman di Semarang, apresiasi dari para penikmat seni pun diharapkan terus meningkat serta berkelanjutan. Seperti dikatakan Agus, ”Problem di kita, umumnya, mudah bangun gedung, tetapi sulit merawat isinya.”