Kapal Republik Indonesia Rigel 933 dialihfungsikan untuk keperluan ”search and rescue” di lepas Pantai Karawang, Jawa Barat, sejak jatuhnya pesawat PK-LQP Lion Air.
JAKARTA, KOMPAS — Sistem high precision acoustic positioning pada KRI Rigel milik Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL belum dimaksimalkan untuk menemukan kotak hitam jenis cockpit voice recorder pesawat Lion Air PK-LQP dalam pencarian pada Minggu (4/11/2018). Penyesuaian ulang sistem tersebut dapat membantu pencarian yang difokuskan di area seluas 82 kilometer persegi di sekitar lokasi penemuan kotak hitam flight data recorder.
Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) Laksamana Muda Harjo Susmoro mengatakan, pihaknya akan memaksimalkan segala aset teknologi yang dimiliki KRI Rigel. Sebagai kapal dengan fungsi utama survei dan pemetaan laut, kapal tersebut dilengkapi side-scan sonar (SSS), multibeam echosounder (MBES), singlebeam echosounder (SBES), remotely-operated underwater vehicle (ROV), dan sistem high precision acoustic positioning (Hipap).
Transducer sistem Hipap dapat mendeteksi keberadaan sinyal ping kotak hitam di sekitar KRI Rigel dengan kedalaman 4.000 meter dengan cakupan wilayah 360 derajat. Hipap berbeda dengan MicroPAP yang digunakan Kapal Baruna Jaya 1 yang cakupannya hanya 120 derajat dan harus digerakkan secara manual untuk mencapai 360 derajat.
Sinyal ping yang dipancarkan akan terdeteksi oleh transducer di lunas kapal. Lalu, sistem akan memproses sinyal yang diterima dan memunculkan titik koordinat serta kedalaman sumber suara pada monitor komputer.
DOKUMEN PUSAT HIDROLOGI DAN OSEANOGRAFI TNI AL
Penjelasan sistem ”high precision acoustic positioning” atau Hipap.
Namun, sistem Hipap KRI Rigel tidak kunjung menerima sinyal ping CVR. Harjo memperkirakan, baterai CVR telah melemah atau terdapat masalah pada Hipap yang nyaris tak pernah digunakan. Sejak kapal dibeli dari Perancis pada 2015, Hipap KRI Rigel belum dikerahkan untuk misi search and rescue (SAR).
”Hipap KRI Rigel belum pernah digunakan untuk misi SAR (sebelum jatuhnya pesawat Lion Air). Kami sempat menerima sinyal ping, tetapi lemah, hanya terdengar ’ping’ sesekali lalu hilang sehingga koordinatnya tidak bisa tercatat. Kami akan cek, mungkin perlu sedikit adjustment,” kata Harjo.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Kepala Pushidrosal Laksda Harjo Susmoro.
Oleh karena itu, Pushidrosal membawa tenaga ahli rekanan, yaitu Budi Prayitno. Budi mengatakan, masalah lain yang menghadang penggunaan Hipap dan teknologi KRI Rigel lainnya adalah personel yang belum terbiasa menggunakannya.
”Peralatan-peralatan di KRI Rigel tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat. Sejak kapal didatangkan pada 2015, sudah ada pergantian awak kapal dua sampai empat kali. Yang jadi pertanyaan, apakah awak pengganti menguasai alat-alat di sini,” kata Budi.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Budi Prayitno mengecek sistem Hipap melalui komputer di ruang operasi KRI Rigel.
Saat ini, KRI Rigel bertugas menyisir area seluas 82 kilometer persegi di utara lepas Pantai Karawang, Jawa Barat, dengan radius sekitar 10 km dari titik ditemukannya kotak hitam jenis flight data recorder pada Kamis (1/11/2018). Harjo mengatakan, KRI Rigel telah menyisir seluruh penjuru area pencarian sesuai instruksi Badan SAR Nasional (Basarnas). Ia memperkirakan, CVR tidak akan terlempar lebih dari 1 km dari FDR.
”Kami akan coba menyisir lagi area tersebut sampai sinyal ping dari CVR tertangkap. Sinyal itu masih akan dipancarkan sampai 30 hari sejak pesawat jatuh. Area pencarian akan kami perluas jika Basarnas meminta demikian,” ujar Harjo.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Kapushidrosal Harjo Susmoro menunjukkan area pencarian di sebelah utara Tanjung Karawang yang menjadi wilayah KRI Rigel.
Hingga Minggu siang, Budi masih mencoba memperbaiki sistem Hipap di ruang operasi. Sementara itu, sejak Minggu pukul 09.00 hingga 12.47 kapal surface vehicle (SV) KRI Rigel telah berkeliling dua kali untuk menyisir area pencarian dengan memanfaatkan SSS ataupun MBES. Namun, belum ada tanda-tanda penemuan obyek di dasar laut yang menyerupai kotak hitam ataupun badan pesawat.
Monitor layar di dalam SV menunjukkan, kedalaman laut berkisar 30-35 meter, sementara lumpur berketebalan sekitar 20 sentimeter. Grafis pencitraan dasar laut yang menunjukkan tampak atas permukaan dasar ataupun tampak melintang belum memperlihatkan adanya tonjolan yang tidak lazim di bawah laut.
”Sejak beberapa hari lalu sudah ada tujuh titik yang mungkin adalah black box, tetapi masih belum ditemukan. Jika ada lagi yang kami temukan, dimensi dari pencitraan akan kami cocokkan dengan dimensi black box. Kemudian, ROV akan diturunkan untuk dapat gambaran lebih jelas sebelum penyelam turun,” kata Lettu Laut (P) Verdyanto Agung Nurcahya yang menjabat Kepala Divisi Hidrografi KRI Rigel.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Lettu Verdyanto yang menjabat Kadiv Hidro di KRI Rigel mengamati informasi yang dibuat MBES dan SSS. Belum ada penemuan berarti dari penyisiran daerah seluas 82 km persegi yang menjadi kewajiban KRI Rigel.
Karena belum ada titik yang menyerupai kotak hitam ataupun badan pesawat, ROV yang telah disiapkan belum sempat diturunkan. Harjo tidak yakin masih ada badan pesawat dapat ditemukan dalam ukuran besar, terlebih lagi korban selamat.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Para awak KRI Rigel mempersiapkan ROV di geladak kapal.
”Di kecelakaan Air Asia tahun 2014, pilot masih dapat mengendalikan kecepatan pesawat sehingga pesawat dan jasad yang utuh masih dapat ditemukan. Lion Air ini beda, kecepatannya saat jatuh bisa sampai 500 km per jam sehingga hancur berkeping-keping saat menabrak permukaan air. Hanya bagian-bagian keras seperti roda dan turbin pesawat yang bisa tahan,” kata Harjo. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)