JAKARTA, KOMPAS — Fleksibilitas dalam menanggapi perubahan teknologi dan gaya hidup yang membentuk peradaban baru diperlukan dalam membangun kawasan perkotaan dan pengembangan real estat. Keberadaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan karakter menjadi kata kunci untuk menjawab tantangan tersebut.
Sebagian di antara hal tersebut menjadi pembahasan dalam seminar yang digelar di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Jumat (2/11/2018). Seminar bertajuk ”The Next 30 Years of Urban and Real Estate Development in Indonesia” itu diselenggarakan dalam rangka merayakan 30 tahun pendidikan real estat di universitas tersebut.
Para pembicara yang hadir dalam seminar tersebut adalah Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, dan Bupati Trenggalek yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur terpilih Emil Dardak. Selain itu, datang pula Direktur PT Central Cipta Murdaya Karuna Murdaya, CEO Agung Sedayu Group Alexander Kusuma, Presiden Direktur PT Jababeka Tbk Sutedja Sidarta Darmono, dan Presiden Direktur PT Astra Land Indonesia Wibowo Muljono.
Dalam sesi pertama, Zaki memaparkan tentang pentingnya pembangunan Jabodetabek dilakukan secara integratif. Hal ini, misalnya, merujuk pada keberadaan sejumlah proyek nasional, seperti Bandara Soekarno-Hatta yang lokasinya berada di Tangerang.
Zaki menyebutkan, penerapan tata ruang di Kabupaten Tangerang bisa disebut sudah terlambat menyusul pelaksanaan di masa sebelumnya yang cenderung dilakukan secara parsial. Ia mencontohkan hal itu seperti terjadi pada kemacetan saat menuju bandara menyusul tata ruang yang lalai ditata sejak awal.
Menurut Zaki, saat bandara tumbuh, ternyata kebutuhannya tidak hanya landas pacu dan bangunan terminal, tetapi juga membutuhkan gudang, perumahan, dan kawasan industri. Pertumbuhan sejumlah kawasan secara sporadis seperti di kawasan Kapuk, Kamal, dan Dadap dengan demikian cenderung jadi keniscayaan.
Adapun yang dibutuhkan saat ini, lanjut Zaki, idealnya pemerintah pusat menjembatani pembangunan jangka panjang di daerah, misalnya dalam rentang 50 tahun. Hal ini termasuk penetapan garis batas yang tegas dan koridor bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi tertentu secara jangka panjang.
”Jangan (sampai), inovasi mengubah tata ruang jangka panjang,” ucap Zaki.
Teknologi dan gaya hidup
Sementara itu, dari sisi pebisnis, Alexander mengatakan, kata kunci untuk memahami era transisi saat ini yang dipenuhi disrupsi adalah memahami perubahan gaya hidup masyarakat dan perkembangan teknologi. Menurut dia, jika konteksnya adalah tantangan 30 tahun mendatang, kemungkinan hal itu akan cenderung lebih mudah dihadapi.
Kesulitan relatif lebih besar justru terjadi pada masa peralihan seperti sekarang. ”Saat ini (masa) transisi yang sulit,” ujar Alexander.
Alexander menyebutkan, pada saat ini, misalnya, terdapat perubahan permintaan dan kebutuhan pembeli properti bila dibandingkan dengan era sebelumnya. Saat ini, konsumen cenderung lebih menuntut apa saja fasilitas yang tersedia di sekitar hunian alih-alih ukuran rumah.
Hal itu membuat kebutuhan ruang publik juga menjadi relatif besar. Pada gilirannya, ruang publik memang harus diintegrasikan dalam proyek yang dijual.
Mempertemukan aspek kebutuhan warga pada ruang publik dan tetap menjadikannya sebagai sesuatu yang menguntungkan bagi pengusaha merupakan tantangan tersendiri. Alexander mengatakan, kata kuncinya adalah skala proyek yang setidaknya membutuhkan lahan puluhan hektar.
Selain itu, perubahan lain terkait kebutuhan pada fungsi ruang publik adalah dengan memanfaatkan mal-mal sebagai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan masyarakat alih-alih melulu dipakai sebagai lokasi berdagang. Karena itulah, lanjutnya, keberadaan sumber daya manusia yang memiliki fleksibilitas dalam melihat kondisi bisnis secara keseluruhan.
”Jangan hanya berpikir sebagai developer, tetapi harus bisa melihat lebih luas. Kita (sekarang) tidak bisa dikategorisasi. Kita bukan developing house, tapi space,” ujar Alexander.
Ia menambahkan, saat ini praktisi di industri tersebut juga tidak bisa melabeli diri dengan hanya kemampuan tertentu, tetapi dituntut untuk bisa mengerjakan tugas secara jamak (multitasking) dan berpikiran terbuka.