Rangkong Gading, Setia kepada Pasangan Seumur Hidupnya
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
Jika Anda ingin belajar soal kesetiaan kepada pasangan, belajarlah kepada burung rangkong gading (Rhinoplax vigil). Burung jenis enggang ini dikenal sebagai burung yang setia kepada pasangannya selama hidupnya.
Burung jantan akan memberi makan kepada betina yang sedang mengeram dan membesarkan anaknya di lubang pohon selama 150 hari. Saat mengeram itu, bulu-bulu rangkong betina akan luruh untuk memberikan kehangatan pada telur-telurnya. Oleh karena itu, ia tidak akan bisa terbang hingga anak-anaknya besar. Generasi baru lahir karena rangkong jantan dan betina bahu-membahu menghidupinya.
Burung yang memiliki panjang dari paruh hingga ujung ekor 140-170 sentimeter ini bersarang di lubang pohon tua yang tinggi di hutan dataran rendah. Daya jangkauan terbangnya hingga 100 kilometer, membuat kemampuannya menyebar biji-biji di hutan begitu luas. Apalagi makanan utamanya adalah buah-buahan dari tanaman beringin. Maka, ia sering disebut sebagai ”petani hutan”.
Burung jenis enggang ini dikenal sebagai burung yang setia kepada pasangannya selama hidupnya.
Namun sayang, kini populasinya terus menyusut. Sejak tahun 2015 hingga saat ini, statusnya kritis, yaitu status konservasi terakhir sebelum punah.
Suaranya yang khas dan kuat membuat keberadaannya mudah terdeteksi, terutama oleh kaum pemburu. Saat si jantan tertangkap pemburu, atau mati, si betina dan anak-anaknya terancam mati pula karena tidak ada yang memberi makan.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Indra Exploitasia, di Medan, Kamis (1/11/2018), mengatakan, perburuhan masif terjadi karena rangkong gading memiliki pelindung kepala (casque) di atas paruhnya yang terbuat dari keratin.
Tulang di paruh yang menyerupai gading ini menjadi incaran pemburu karena warnanya yang unik, perpaduan kuning lembayung dan merah. Hal ini membuatnya sangat bagus digunakan sebagai hiasan, khususnya di China.
Berdasarkan data Kementerian LHK, populasi rangkong gading menurun drastis sejak tahun 2012 hingga 2015 akibat perburuan yang sangat masif di hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Pada 2012-2013, diperkirakan lebih dari 6.000 rangkong gading diburu untuk dijual kepalanya.
Laju perburuan, perdagangan, dan kerusakan habitat masih lebih cepat daripada upaya konservasi. Oleh karena itu, pemerintah telah membuat dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading Indonesia 2018-2028. Dengan adanya dokumen strategis itu, diharapkan semua pihak bisa menyelamatkan rangkong gading dari kepunahan.
Dokumen itu disosialisasikan di Medan, Kamis (1/11/2018). Sebelumnya, sosialisasi dokumen tersebut sudah dilaksanakan di Kalimantan.
Ada lima strategi yang disusun dalam dokumen SRAK Rangkon Gading 2018-2028, yakni pengelolaan populasi dan habitat rangkong gading, penyusunan aturan dan kebijakan, program kemitraan dan kerja sama, komunikasi dan penyadartahuan masyarakat, serta program pendanaan untuk mendukung konservasi rangkong gading.
”Rangkong gading adalah spesies yang sangat penting bagi ekologi dan kebudayaan Indonesia,” kata Indra.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sabrina menyebutkan, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Sumut dan Aceh merupakan salah satu habitat rangkong gading yang tersisa. Burung tersebut masih ditemukan di TNGL, tetapi sudah sangat jarang.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumut Yuliana Siregar mengatakan, kerusakan habitat merupakan salah satu penyebab menurunnya populasi rangkong gading. Menurut dia, dari sekitar 3 juta hektar hutan di Sumut, hanya sekitar 30 persen yang ekosistemnya masih sehat.