JAKARTA, KOMPAS--Momentum pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini diyakini terjaga, kendati terjadi ketidakseimbangan perekonomian dan pelambatan perdagangan global. Kondisi ini ditopang perbaikan defisit transaksi berjalan dan peningkatan daya tarik pasar keuangan domestik.
“Dinamika perekonomian cukup tinggi, tetapi masih terkendali. Salah satu indikatornya, pertumbuhan ekonomi yang terjaga di atas 5 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers rapat koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 dan 2019 masing-masing 3,7 persen. Angka ini dipengaruhi ketidakpastian perekonomian dan keuangan global. Adapun produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1 persen pada tahun ini.
Sri Mulyani menyampaikan, potensi risiko dalam negeri yang patut diwaspadai adalah defisit transaksi berjalan yang kian dalam, tekanan terhadap rupiah, dan ketergantungan pada ekspor komoditas tertentu. Pemerintah akan fokus pada kebijakan yang sudah dilakukan, antara lain tingkat komponen dalam negeri (TKDN), aktivitas penghasil devisa selain pariwisata, dan evaluasi daftar negatif investasi.
“Peralihan kebijakan yang dilakukan tidak akan drastis agar tidak mengakibatkan kejutan tambahan. Kebijakan bertahap sehingga pengaruh ke defisit transaksi berjalan tidak akan di triwulan yang sama,” katanya.
Risiko eksternal antara lain dari kebijakan fiskal Amerika Serikat yang mendorong perekonomian domestiknya serta normalisasi kebijakan moneter yang menyebabkan pengetatan likuditas global.
Likuiditas
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, upaya menjaga likuiditas di pasar keuangan antara lain melalui kerja sama internasional. “Indonesia sudah mempunyai kerja sama dengan Australia, Korea, Singapura, Jepang, dan tahap akhir dengan China,” kata Perry.
Sementara, strategi operasi moneter untuk menjaga likuiditas di pasar rupiah dan valuta asing melalui transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dimulai 1 November 2018. Nilai transaksi DNDF pada pengoperasian perdana 80 juta dollar AS, berupa transaksi bank dengan bank.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah, secara terpisah, menyebutkan, penguatan rupiah dipicu arus modal asing ke pasar sekunder obligasi negara. Selama Oktober 2018, arus masuk modal asing ke pasar sekunder obligasi negara Rp 15,14 triliun.
“Berlanjutnya arus modal masuk ke pasar sekunder obligasi negara, selain ditopang tingkat inflasi di Indonesia yang terjaga stabil dan rendah, juga dipicu munculnya sentimen positif di pasar keuangan global,” ujarnya.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan menambahkan, tren kenaikan suku bunga simpanan perbankan masih terus berlanjut, merespons kenaikan suku bunga acuan. (KRN/HEN)