Tumbuhkan Kebanggaan Anak Muda Berbahasa Indonesia
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebanggaan dan kemampuan menggunakan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu diperkuat kembali dalam diri generasi muda bangsa melalui pendidikan di sekolah. Untuk itu, pemerintah perlu mengkaji kembali penggunaan bahasa pengantar asing selain bahasa Indonesia di sekolah nasional dan memperkuat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dadang Sunendar dalam Kongres Bahasa Indonesia XI di Jakarta, Rabu (31/10/2018), mengatakan kebanggan berbahasa Indonesia memang harus dibangkitkan kembali.
"Kami memahami orangtua yang ingin anaknya mampu bersaing di dunia global dengan membekali anak-anak mereka kemampuan berbahasa inggris sejak dini di rumah dan sekolah. Kami tidak antibahasa asing, bahkan harus dikuasai. Tapi menanamkan kebanggaan berbahasa Indonesia bagi anak-anak muda bangsa penting untuk menjaga eksistensi Indonesia di masa depan," ujar Dadang.
Dadang mengataksn KBI XI jadi momentum untuk memperkuat pembinaan bahas Indonesia kepada masyarakat. Semua lapisan masyarakat perlu disegarkan untuk bangga dan cinta pada bahass Indonesia yang merupakan jati diri, kebanggan nasinal, alat komunikasi antardaerah dan budaya di Tanah Air.
"Tanpa kesadaran itu, bahasa negara kita bisa tergerus di ruang publik. Ini jadi momentum penegakkan bahas negra di berbagai ranah. Karena itu, negara wajib hadir di ruang publik untuk mengutamakan bahasa Indonesia," Dadang.
Dadang menambahkan, kita prihatin jika anak-anak di Indonesia malah tidak bisa berbahasa Indonesia dan tidak menguasai kaidah bahasa Indonesia. Generasi muda harus memahami bahwa bahasa Indonesia juga berperan sebagai penjaga persatuan banhsa. Sebab, bahasa Indonesia bukan hanya sebagai alat komuikasi, tetapi harus dipahami pula sebagai perekat kebhinekaan bersama.
Sementara itu, Ketua Tim Perumus KBI XI Djoko Saryono mengatakan ada 22 rekomendasi dan satu tindak lanjut dari hasil kongres. Pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa wajib melakukan pemantauan, koordinasi, dan evaluasi terhadap pelaksanaan putusan KBI XI serta melaporkannya dalam Kongres Bahasa Indonesia XII di tahun 2023.
Djoko yang juga Guru Besar dari Universitas Negeri Malang mengatakan Pemerintah didorong untuk dapat menertibkan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan di sekolah serta harus memperkuat pembelajaran sastra di sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter dan literasi dengan memanfaatkan berbagai perangkat digital dan memaksimalkan teknologi informasi. Kemdikbud diharapkan dapat menetapkan jumlah karya sastra yang wajib dibaca oleh siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Wajib baca karya sastra bagi siswa tersebut dengan memepertrimbangkan sejumlah hal, antara lain, hari sekolah dan kebutuhan tujuan untuk literasi dan penguatan pendidikan karakter. Diharapkan siswa SD bisa membaca 10 karya sastra per tahun, siswa SMP 15 judul, dan SMA/SMK sederajat 20 judul buku. .Untuk itu, karya sastra wajib disediakan pemerintah. Untuk siswa kelas rendah, pemerintah bisa menyederhanakan sejumlah karya sastra penting.
"Nanti untuk pelaksanaan teknis dalam menertibkan penggunaan bahasa pengantar bahasa asing di sekolah perlu dibahas lagi. Demikian pula tentang wajib membaca karya sastra yang bisa jadi bagian dari gerakan literasi sekolah. Kita ingin sastra bukan lagi bagian dari bahasa, tapi setara dan sama penting untuk membangun kebanggaan dan kemampuan berbahasa serta pembentukan karakter," ujar Djoko.
Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memperluas penerapan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) di berbagai lembaga pemerintah dan swasta. Pemerintah juga harus menegakkan peraturan perundangan-undangan kebahasaan dengan mendorong penerbitan peraturan-peraturan daerah yang memuat sanksi atas pelanggaran.
Kemudian, pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus meningkatkan kebanggaan berbahasa Indonesia dalam berbagai ranah kehidupan seiring dengan peningkatan penguasaan bahasa daerah dan bahasa asing. Pemerintah dan pemerintah daerah harus mengintensifkan pendokumentasian bahasa dan sastra daerah secara digital dalam kerangka pengembangan dan perlindungan bahasa dan sastra. Serta mengembangkan sarana kebahasaan dan kesastraan bagi penyandang disabilitas demi terwujudnya ekosistem yang inklusif.
"Pemerintah gencar membangun infrastruktur fisik, ini perlu dilengkapi oleh bahasa dan sastra sebagai infrastruktur lunak," ujar Djoko.