Transaksi Domestik NDF Perdana Tembus 80 Juta Dollar AS
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Instrumen domestic non-deliverable forward atau DNDF yang dioperasikan Bank Indonesia secara perdana pada 1 November 2018 disambut baik oleh pasar. Nilai transaksi tersebut tembus 80 juta dollar AS.
DNDF adalah salah satu bentuk transaksi lindung nilai valas terhadap rupiah di dalam negeri. Transaksi itu merupakan transaksi berjangka (forward) berupa kontrak perjanjian antardua pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi itu adalah perbankan sebagai penyedia instrumen dengan importir, eksportir, investor asing, dan korporasi yang memiliki utang luar negeri yang membutuhkan atau akan menjual valas.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah kepada Kompas, Kamis (1/11/2018), mengatakan, pelaku pasar keuangan domestik menyambut positif dimulainya transaksi DNDF. Nilai transaksi DNDF pada pengoperasian perdana itu sebesar 80 juta dollar AS.
Transaksi DNDF yang tercatat pada hari pertama itu adalah transaksi bank dengan bank. Adapun transaksi bank dengan investor asing dan bank dengan nasabah korporasi sudah ada, tetapi baru akan tercatat pada Jumat (2/11/2018).
”DNDF diharapkan dapat menambah ketersediaan instrumen lindung nilai dengan biaya dan penyerahan dana yang lebih efisien karena dilakukan secara netting dan dalam mata uang rupiah. Instrumen itu dapat melindungi bank, investor asing, importir, dan korporasi, dari risiko fluktuasi kurs,” tutur Nanang.
Keistimewaan
Keistimewaan DNDF, pertama, ada pada mekanisme penyelesaian transaksi yang tanpa pergerakan dana valas pokok dengan cara menghitung selisih antara kurs transaksi berjangka dan kurs acuan atau pada tanggal tertentu yang telah ditetapkan di awal kontrak. Kurs acuannya menggunakan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) untuk mata uang dollar AS terhadap rupiah dan kurs tengah transaksi BI untuk mata uang non-dollar AS terhadap rupiah.
Sebelum ada regulasi itu, transaksi forward dilakukan melalui pemindahan dana pokok secara penuh. Hal itu menyebabkan masuk dan keluarnya valas sangat cepat sehingga berisiko terhadap nilai tukar rupiah.
Keistimewaan kedua adalah penyelesaian transaksi DNDF tersebut wajib dilakukan dalam mata uang rupiah. Jika ada selisih antara kurs yang disepakati di kontrak awal dan posisi rupiah Jisdor terkini, selisih itu dibayarkan menggunakan rupiah; tidak menggunakan dollar AS ataupun mata uang asing lain sehingga dapat menghemat cadangan devisa.
Dengan berkembangnya DNDF, BI dapat memonitor dan mengambil langkah stabilisasi. Selama valas diperdagangkan di NDF luar negeri, BI tidak dapat mengawasi.
Keistimewaan ketiganya, transaksi DNDF wajib menggunakan dokumen yang menjadi syarat utama kontrak (underlying). Dokumen itu bisa berupa dokumen perdagangan barang dan jasa, investasi, dan pemberian kredit bank dalam valas. Melalui dokumen tersebut, pelaku pasar tidak dapat melakukan spekulasi terhadap valas.
Selama ini, banyak pelaku jual-beli valas melakukan transaksi di pasar spot atau tunai. Nilai tukar valas di pasar tunai cenderung mengacu pada pasar non-deliverable forward (NDF) di luar negeri sehingga harganya menjadi tinggi. Selama ini, pasar NDF hanya ada di pusat-pusat finansial besar, seperti New York, London, Hong Kong, dan Singapura.
Tantangan
Sama halnya dengan DNDF, NDF merupakan instrumen lindung nilai valas dalam rentang waktu tertentu, misalnya 1 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun. Bedanya, transaksi DNDF dilakukan di dalam negeri dan mensyaratkan underlying, sedangkan transaksi NDF di luar negeri dan tanpa underlying. Lantaran tanpa dokumen yang dipersyaratkan, spekulasi lebih mudah terjadi di pasar NDF luar negeri.
Lantaran diperdagangkan di luar negeri, NDF dinilai kurang mencerminkan kondisi domestik. Kurs NDF juga memengaruhi pembentukan harga kurs di dalam negeri dan membawa sentimen negatif. Selisih nilai tukar rupiah dalam pasar tunai yang mengacu pada pasar NDF dengan Jisdor cukup besar. Kerap pula terjadi, posisi nilai tukar rupiah di pasar spot menjadi penentu kurs referensi Jisdor dalam pembukaan pasar.
Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, dengan berkembangnya DNDF, BI dapat memonitor dan mengambil langkah stabilisasi. Selama valas diperdagangkan di NDF luar negeri, BI tidak dapat mengawasi. Ke depan, setelah pasar DNDF terbentuk dan berjalan baik, kurs referensi Jisdor dapat mengacu ke pasar DNDF, tidak lagi ke pasar tunai.
”Akan tetapi, tantangannya adalah persaingan kedua instrumen itu di pasar valas. Posisi DNDF tidak berada dalam level permainan yang sama dengan NDF. DNDF yang mensyaratkan underlying tentu akan dianggap lebih merepotkan oleh pelaku pasar ketimbang NDF yang tidak menggunakan underlying,” ujar Enrico.