JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik menyebutkan pada Oktober 2018 terjadi inflasi sebesar 0,28 persen. Penyebab utama inflasi itu adalah kenaikan harga pangan, terutama cabai merah, dan bahan bakar minyak nonsubsidi.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/11/2018), mengatakan, inflasi bahan makanan sebesar 0,15 persen dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,04 persen. Bahan pangan yang menyumbang inflasi adalah cabai merah 0,08 persen, beras 0,01 persen, dan cabai rawit 0,01 persen.
”Inflasi Oktober 2018 juga disebabkan naiknya pertamax pada minggu kedua Oktober. Kontribusi kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi itu sebesar 0,03 persen terhadap keseluruhan tingkat inflasi,” ujarnya.
Menurut Suhariyanto, inflasi tertinggi berada di Palu, Sulawesi Tengah, yaitu 2,27 persen. Kenaikan harga bahan makanan olahan, semen, transportasi, dan bahan bakar minyak menjadi penyebabnya.
Palu mengalami inflasi tertinggi karena sedang dalam pemulihan pascagempa dan tsunami. Proses pemulihan tengah berlangsung dan pada bulan depan diperkirakan harga-harga tersebut membaik dan terkendali.
”Kami berharap pemangku kepentingan terkait menjaga inflasi agar tidak terlalu tinggi pada dua bulan ke depan. Waspadai kenaikan harga bahan pangan, seperti beras dan bahan pangan musiman, karena sudah mulai bergerak naik,” katanya.
BPS mencatat, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Oktober 2018 naik 0,98 persen dari bulan sebelumnya menjadi Rp 4.937 per kilogram. Adapun di tingkat penggilingan, harga GKP dan gabah kering giling (GKG) masing-masing naik 0,98 persen menjadi Rp 5.039 per kg dan 1,22 persen menjadi 5.568 per kg.
Sementara harga beras medium di penggilingan pada Oktober 2018 sebesar Rp 9.395 per kg, naik 0,92 persen dari September 2018.
Secara umum, BPS mencatat, inflasi secara tahun kalender sebesar 2,22 persen dan secara tahunan 3,16 persen. Inflasi tersebut masih terkendali dan berada di bawah target inflasi pemerintah sebesar 3,5 persen.