Kecelakaan Pesawat PK-LQP Lion Air JT 610 Jadi Pembelajaran
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Banyak pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk memperbaiki keamanan dan pelayanan penerbangan pesawat. Hal ini menjadi tantangan bagaimana Indonesia meyakinkan dunia internasional bahwa pesawat Indonesia layak terbang ke semua negara.
Menurut data Komite Nasional Keselamatan Transportasi, kecelakaan penerbangan Indonesia dari tahun 2010 hingga 2016, mencapai 212 kecelakaan. Korban jiwa dari total kecelakaan tersebut mencapai 375 korban.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengakui, kelengkapan fungsi seperti pembentukan Majelis Profesi Penerbangan belum ada. Padahal, amanatnya sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
“Sejauh ini, sudah ada upaya membentuk mahkamah pelayanan, namun kami masih mencari bagaimana bisa difungsikan dengan baik dan independen. Kami akui ini belum maksimal dan masih menjadi pekerjaan rumah,” kata Budi, di Jakarta, Rabu (31/10/2018) malam.
Paparan ini dibahas dalam acara Satu Meja di Kompas TV yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo. Acara kali ini bertemakan, “Ada Apa dengan Lion Air JT 610?”.
Hadir pula, Pakar Penerbangan, Ilham Habibie. Menurutnya, prestasi maskapai penerbangan Indonesia yang sudah lolos dari evaluasi Uni Eropa harus tetap dipertahankan. Meski fakta kecelakaan ini memang pukulan bagi kita semua.
“Saya kira ini bisa menjadi ujian bagi KNKT untuk menjelaskan secara meyeluruh dan transparan sehingga semua unsur yang terlibat dapat memperbaiki kesalahannya. Hal terpenting adalah bagaimana kita merespon secara professional,” papar Ilham.
Penyelesaian yang profesional berarti diselesaikan secara sistematis dan institusional. Baik dari segi penyelidik serta adanya peraturan baru yang harus diikuti dan diaudit secara sistemik. “Kita harus membuktikan kepada dunia internasional bahwa kita bisa mempertahankan posisi yang dipercayakan,” ucapnya.
Budi menambahkan, selama ini pihaknya telah memberi peringatan dan membina semua maskapai penerbangan, termasuk kepada Lion Air. Menurutnya, apa yang terjadi pada Lion Air merupakan hal yang tak terduga.
“Lion ini sudah menunjukkan perkembangan yang lebih baik, bahwa performa meningkat sementara kecelakaan menurun. Namun, memang keterlambatan itu masih terjadi, tapi selalu kami ikuti dengan peringatan dan pembinaan,” kata Budi.
Menurut Budi, maskapai penerbangan adalah aset nasional yang harus dibina. Kecelakaan ini merupakan suatu pembelajaran dan pihaknya akan terus melakukan investigasi dan perbaikan untuk ke depannya.
Budiman mengatakan, jatuhnya pesawat Lion Air adalah tragedi kemanusiaan. Sebab, secanggih-canggihnya teknologi, tetap terbuka ruang terjadinya kelemahan.
“Sambil menunggu selesainya penyelidikan musibah Lion Air, kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi evaluasi dan perbaikan layanan perjalanan udara di masa mendatang. Tidak boleh ada ruang kompromi, karena yang dipertaruhkan adalah nyawa manusia,” tutup Budiman. (SHARON PATRICIA)