Kalimantan Barat Masih Impor Listrik dari Malaysia
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kalimantan Barat belum mandiri dari sisi pemenuhan energi listrik. Buktinya, daerah itu masih mengimpor listrik dari negara tetangga, yakni Malaysia, sebesar 150 megawatt.
Gubernur Kalbar Sutarmidji dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR di Kantor Gubernur, Kamis (1/11/2018), mengatakan, ketersediaan pasokan listrik di Kalbar sebesar 603 megawatt (MW). Dari jumlah itu, 150 MW masih dipasok dari Malaysia. Selain itu, beban puncaknya sebesar 568 MW.
”Ini artinya, Kalbar belum mandiri dari sisi pemenuhan kebutuhan energi. Maka, ke depan, masalah ini harus cepat diselesaikan. Apalagi, daerah perlu investasi, tetapi listrik tidak tersedia secara memadai,” kata Sutarmidji.
Bahkan, desa yang dilayani perusahaan listrik negara baru 85 persen-86 persen dari 2.031 total desa di Kalbar. Salah satu akibatnya, hanya ada satu desa mandiri di Kalbar. Perekonomian di desa juga akhirnya tidak bisa bergerak secara optimal karena belum adanya listrik yang memadai.
”Kalbar sebetulnya memiliki sumber listrik dari kelebihan pemakaian perusahaan kelapa sawit di pengolahan minyak sawit mentah. Ada sekitar 6 persen kelebihan pasokan listrik dari kebutuhan perusahaan sawit. Ke depan, tinggal bagaimana melalui tanggung jawab perusahaan kelebihan pasokan listrik itu bisa dimanfaatkan untuk rakyat juga, tanpa mengganggu operasional perusahaan tersebut tentunya,” ujarnya.
Jika pemenuhan energi listrik masih bermasalah, hal itu akan memengaruhi daya saing. Saat ini, sejumlah indikator penting Kalbar masih belum baik. Rata-rata lama sekolah di Kalbar 7,3 tahun, indeks pembangunan manusia di urutan ke-29, daya saing di urutan ke-28, sementara bidang kesejahteraan dan infrastruktur di urutan ke-33, hanya di atas Papua.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, Kalbar dijuluki ”Negeri 1.000 Sungai” karena memiliki banyak sungai. Sungai sebetulnya bisa menjadi salah satu potensi energi. Ke depan, bagaimana cara mendorong penerapan energi baru terbarukan.
Energi memang menjadi tantangan karena peningkatan kebutuhan tidak diimbangi ketersediaan pasokan energi. Keterbatasan pasokan juga terjadi di Kalbar. Padahal, ada beragam sumber energi yang bisa dikembangkan.
Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, mengatakan, Kalbar hendaknya lebih serius dalam merencanakan kebutuhan listrik. Hal itu penting tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk kebutuhan pengembangan industri, misalnya industri perikanan, dan pertanian. Industri memerlukan listrik 24 jam.
Kalbar sangat mungkin jika dibangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Apalagi, Kalbar memiliki persediaan uranium yang bisa menghasilkan tenaga listrik satu berbanding jutaan jika dibandingkan dengan sumber energi batubara.