85 Persen Kecelakaan Pesawat Disebabkan "Human Error"
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kecelakaan pesawat PK-LQP Lion Air JT 610 memang belum dapat dipastikan penyebabnya sebelum black box ditemukan. Namun, sebesar 85 persen penyebab kecelakaan pesawat disebabkan oleh human error.
“Kecelakaan pesawat dapat terjadi di negara mana pun, kepada pesawat baru maupun lama, serta tekonologi yang canggih maupun sederhana. Penyebab terbesar (85 persen) dari kecelakaan pesawat disebabkan oleh human error sementara masalah teknis hanya berperan kecil,” kata Pakar Penerbangan, Ilham Habibie, di Jakarta, Rabu (31/10/2018) malam.
Paparan ini dibahas dalam acara Satu Meja di Kompas TV yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo. Acara kali ini bertemakan, “Ada Apa dengan Lion Air JT 610?”.
Lebih lanjut, Ilham mengatakan, secara teori, human error dapat datang dari pilot, engineer, navigator, atau orang yang melayani pesawat. Sebab, banyak pihak yang terlibat dalam proses menerbangkan pesawat.
Penyebab kecelakaan pesawat PK-LQP Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 dapat dipastikan ketika black box sudah ditemukan. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyampaikan, sinyal black box sudah menemukan titik terang. “Berarti pencarian menuju ke arah yang baik dan langkah selanjutnya dapat berjalan sesuai rencana,” paparnya.
Jika black box nantinya sudah ditemukan, maka hasil penyelidikan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi dapat diketahui publik paling cepat satu minggu. Namun, Budi menyampaikan, semua tergantung kerumitan persoalan yang akan dihadapi.
“Dalam dua atau tiga hari ke depan, pihak Boeing akan datang ke sini untuk memberi mekanisme bagaimana alat-alat ini bekerja dengan semestinya. Namun, kami akan tetap bekerja sesuai aturan pemerintahan,” kata Budi.
Ilham menyampaikan, penelitian telah dilakukan terhadap delapan pesawat lainnya yang sejenis dengan pesawat PK-LQP Lion Air JT 610. Dari hasil penelitian, Ilham menegaskan, secara sistemik, tidak ada masalah dengan pesawat jenis Boeing 737 Max 8. Namun, human error mungkin terjadi.
“Jika ada permintaan pilot untuk return to base tapi tidak kembali, berarti pilot tidak dapat mengendalikan pesawat sebagaimana seharusnya. Ada kemungkinan karena kehilangan daya angkat, sehingga pesawat menukik terlalu tajam. Keadaan ini membuat airflow terpisah dengan sayap pesawat,” ucapnya.
Kemungkinan lainnya, kegagalan di semua instrumen. Apabila ini terjadi, maka pesawat kehilangan arahan dan dapat menyebabkan kecelakaan. Namun, jika memang karena kegagalan instrumen, mengapa pesawat jatuh sangat cepat?
“Ini juga yang seringkali terjadi. Ada kebingungan atau salah interpretasi dari pilot maupun co-pilot dalam menerbangkan pesawat. Kesalahan-kesalahan kecil ini yang kemudian terkamulasi dan menjadi fatal,” kata Ilham. (SHARON PATRICIA)