Kemitraan Trans-Pasifik Diberlakukan pada 30 Desember
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
WELLINGTON, RABU — Kesepakatan 11 negara yang akan memotong tarif di sebagian besar Asia Pasifik atau Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership atau CPTPP)—dulu bernama Kemitraan Trans-Pasifik (TPP)—bakal diberlakukan pada 30 Desember tahun ini. Kemajuan itu diperoleh setelah Australia menjadi negara keenam yang secara formal meratifikasi kesepakatan tersebut bersama Kanada, Jepang, Meksiko, Selandia Baru, dan Singapura.
Perundingan kesepakatan blok perdagangan itu sempat mandek setelah Amerika Serikat (AS) keluar dari negosiasi. ”Ini memicu 60 hari mundur untuk berlakunya perjanjian dan putaran pertama pemotongan tarif,” kata Menteri Perdagangan dan Pertumbuhan Ekspor Selandia Baru David Parker di Wellington, Selandia Baru, Rabu (31/10/2018).
Selandia Baru bertanggung jawab untuk tugas-tugas resmi terkait negosiasi CPTPP, di antaranya menerima dan memberitahukan proses ataupun kemajuan proses ratifikasi yang dibuat oleh anggota perjanjian. Kesepakatan 12 negara pada awalnya sempat limbung setelah awal tahun lalu Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian untuk memprioritaskan perlindungan tenaga kerja dan perekonomian AS.
Negara-negara yang tersisa, dipimpin oleh Jepang, menyelesaikan pakta perdagangan yang direvisi pada Januari, yang disebut Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Kesepakatan itu akan mengurangi tarif di sektor ekonomi yang secara total berjumlah lebih dari 13 persen dari produk domestik bruto (PDB) global senilai 10 triliun dollar AS. Jika ditambahkan dengan perekonomian AS, kemitraan itu akan mewakili 40 persen PDB global.
Kesuksesan kesepakatan itu disebut-sebut sebagai penangkal untuk melawan meningkatnya proteksionisme AS.
”Ketika gerakan proteksionis menguat di seluruh dunia, pentingnya aturan yang bebas dan adil semakin meningkat,” kata Menteri Ekonomi Jepang Toshimitsu Motegi pada konferensi pers di Tokyo.
Dia menambahkan, Jepang akan terus menjadi ”pembawa bendera untuk perdagangan bebas”.
Melawan proteksionisme
Kesuksesan kesepakatan itu telah disebut-sebut oleh para pejabat di Jepang dan negara-negara anggota lainnya sebagai penangkal untuk melawan meningkatnya proteksionisme AS. Mereka berharap bahwa Washington pada akhirnya akan bertekad kembali pada perjanjian itu.
Agenda ekonomi Trump, bagaimanapun, tetap fokus pada China melalui perang perdagangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Selasa lalu, Trump memperingatkan bahwa dirinya siap memberlakukan tarif tambahan pada barang-barang China jika kesepakatan dengan Beijing tidak bisa diraih.
Amerika Serikat telah memberlakukan tarif atas barang-barang China senilai 250 miliar dollar AS, dan China telah menanggapi dengan pembalasan penerapan tarif impor atas barang-barang AS senilai 110 miliar dolar AS. Perang dagang mengancam pertumbuhan ekonomi global, meskipun para penandatangan CPTPP mengatakan bahwa kesepakatan itu dapat menjadi keuntungan bagi beberapa sektor.
Australia, misalnya, mengatakan perjanjian itu akan meningkatkan ekspor pertanian, ditetapkan bernilai lebih dari 52 miliar dollar Australia (36,91 miliar dollar AS) tahun ini meski terjadi kekeringan di negeri itu.
Saat ini masih ada lima negara anggota yang masih dalam proses meratifikasi kesepakatan TPP 11 itu, yakni Brunei Darussalam, Chile, Malaysia, Peru, dan Vietnam. Deputi Menteri Perdagangan Peru Edgar Vasquez mengatakan, pihaknya mengharapkan Lima akan meratifikasi perjanjian sebelum 2019. ”Salah satu negara yang paling diuntungkan TPP 11 adalah Peru,” kata Vasquez.