TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Inisiatif masyarakat dibutuhkan untuk menghadapi isu penculikan anak di Jabodetabek yang cenderung merebak dalam beberapa hari terakhir. Selain itu, dibutuhkan pula daya kritis dalam menerima informasi mengingat kecenderungan bahwa tidak ada seorang pun yang bebas dari bias konfirmasi.
Salah satu inisiatif tersebut, misalnya seperti dilakukan pengelola SDN Ciputat 02, Tangerang Selatan, Banten. Guru olahraga sekolah tersebut, Tito Sumarsono (31), Senin (29/10/2018), menyebutkan, pihak sekolah melibatkan orangtua murid untuk mengawasi para siswa.
Cara kerjanya, pada setiap kelas terdapat seorang orangtua murid yang bertugas menunggui anak-anak hingga waktu pulang sekolah. Setelah para siswa sudah pulang dari sekolah, orangtua murid ini langsung menyebarkan informasi melalui aplikasi teknologi grup percakapan.
Selain itu, pihak sekolah juga mengumumkan lewat pengeras suara bahwa para siswa dilarang keluar pagar seusai jam pelajaran. Mereka diminta tetap menunggu di dalam sekolah hingga orangtua masing-masing datang menjemput.
Selain itu, tenaga pengamanan sekolah disebutkan juga berpatroli pada waktu tertentu. Ini terutama untuk mengawasi siswa yang pulang sendirian.
”Guru juga tidak pulang sebelum siswa tiba di rumah,” kata Tito. Sekolah dasar dengan 724 murid itu saat ini memiliki jam belajar pagi hingga siang untuk siswa kelas 1, 2, 5, dan 6 serta waktu belajar siang hingga petang bagi siswa kelas 3 dan 4.
Perlu Kritis
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Irwansyah, saat dihubungi pada hari yang sama mengingatkan pentingnya daya kritis yang dimiliki publik dalam menanggapi maraknya isu penculikan. Masyarakat, imbuhnya, perlu kritis dengan cara mempertanyakan aspek apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana terkait sebuah informasi.
”Informasi yang tidak lengkap menjadikan bukannya informasi tidak benar, melainkan parsial. Setiap informasi memiliki kebenaran, tetapi relatif, dan tidak lengkap. Jadi, misalnya penculikan anak sekolah, memang ada, jadi bukan benar atau tidak benar,” kata Irwansyah.
Ia menambahkan, saat ini yang cenderung terjadi adalah informasi yang tersampaikan relatif tidak lengkap. Apalagi jika dikaitkan dengan unsur informasi yang berisikan data dan fakta.
”Dikatakan data karena ada kumpulan pernyataan dan fakta. Pernyataan berarti ada pendapat, opini, tanggapan, dan komentar. Terkait pernyataan sebagai informasi, sumber yang memiliki kredibilitas menjadi penting,” ujar Irwansyah.
Akan tetapi, saat ini yang kerap terjadi, imbuhnya, sumber yang memiliki kredibilitas justru tidak memiliki fakta. Karena itulah, pencarian informasi dengan daya kritis lewat pertanyaan apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana menjadi penting untuk dilakukan masyarakat.
Akan tetapi, relatif tidak dilakukannya hal itu oleh masyarakat cenderung disebabkan relatif derasnya arus informasi. Pada sisi lainya, masyarakat yang kini cenderung membentuk budaya baru dengan struktur masyarakat jejaring cenderung mengalami perubahan konsep ruang dan waktu yang cenderung tidak disadari.
Tempat sebagai ruang (spaces of places) kini tergantikan aliran sebagai ruang (spaces of flows) sebagaimana dituturkan sosiolog Manuel Castells. Demikian pula dengan konsep waktu dalam menerima informasi yang sebelumnya bersifat sinkronus, berubah menjadi asinkronus.
Irwansyah menambahkan, saat ini masyarakat lebih ingin menjadi yang pertama dalam menyebarkan informasi alih-alih bersikap kritis. Akan tetapi, menurut dia, publik tidak membuat informasi, apalagi berita, lebih pada kecenderungan sifat yang populer.
”Maka seperti (Marshall) McLuhan (ilmuwan komunikasi) katakana, kepopuleran akan mengamputasi kredibilitas dan sifat kritis dari informasi tersebut. Jadi ini lebih pada keyakinan, bukan lagi pada fakta,” ujar Irwansyah.
Hal tersebut diperkuat dengan kecenderungan dimilikinya bias konfirmasi oleh nyaris semua orang. Thomas M Nichols, yang menulis buku berjudul The Death of Expertise: The campaign Against Established Knowledge and Why It Matters (2017), mengatakan, bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk mencari hanya informasi guna menegaskan apa yang sudah diyakini sebelumnya.
Bias konfirmasi membuat penerimaan atas fakta-fakta hanya dilakukan untuk memperkuat penjelasan yang disukai. Sebaliknya, data yang menantang keyakinan diri sendiri bakal diabaikan.