BANDUNG, KOMPAS – Penyatuan zona waktu Indonesia dianggap bisa mengurangi jurang pemisah antara Indonesia bagian timur dan barat dengan memberikan pelayanan yang setara. Perubahan ini juga dinilai mampu menghemat energi dengan mengurangi beban puncak yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Posisi pusat pemerintahan yang berada di zona Waktu Indonesia Barat berimbas kepada pelayanan birokrasi kepada daerah –daerah yang berada di zona waktu lain. Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, Minggu (28/10/2018) menyatakan, perbedaan ini dapat mengurangi koneksi antara Jakarta sebagai pusat pemerintahan dengan daerah-daerah di zona waktu yang berbeda.
Bahkan, tutur Imam, waktu yang dimiliki pemerintah di zona Waktu Indonesia Timur (WIT) untuk menghubungi Jakarta hanya dua dari delapan jam kerja akibat perbedaan zona ini. Perbedaan dua jam ini berpengaruh pada waktu masuk kerja, waktu istirahat, dan pulang kerja.
Menurut Imam, perubahan zona bisa menjadi solusi dalam mengurangi kesenjangan. Jika hanya ada satu zona waktu, seluruh aktivitas perkantoran memiliki waktu yang sama. Ia berujar, perubahan ini dibutuhkan di era teknologi informasi dengan jeda komunikasi yang hampir tidak ditemui.
Imam memprediksi, perubahan ini tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap aktivitas masyarakat dengan waktu penyesuaian antara 1-2 tahun. Namun, penyatuan zona dapat memberikan dampak terhadap kehidupan karena persamaan ini juga memberikan kesetaraan interaksi dalam lingkup nasional.
“Pusat pertumbuhan dan keputusan ada di barat. Makanya, perbedaan ini membuat daerah timur merasa dipinggirkan. Tidak mungkin juga mereka disuruh lembur terus. Namun, kalau hanya ada satu zona waktu, hal ini tidak akan terjadi,” ujar usai ditemui di acara Soempah Pemoeda Indonesia 4.0 di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi. Penyatuan zona waktu ini juga berpengaruh kepada komando antara barat dan timur. “Jadi, pengawasan dapat dilakukan tanpa ada jeda waktu akibat perbedaan jam,” tuturnya.
Efisiensi energi
President United Nation Global Compact Network Indonesia Junardy menambahkan, penyatuan zona waktu ini juga membantu Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang menjadi agenda global. Ia berujar, efisiensi energi dapat tercapai jika Indonesia bersedia menyatukan zona waktu.
Efisiensi energi ini tercapai karena zona waktu yang sama berimbas kepada jam kerja. Jika Indonesia memiliki satu zona waktu, rentang jam kerja akan menjadi sama secara nasional sehingga beban puncak listrik bisa diminimalisir.
Junardy memaparkan, sebelumnya Indonesia Marketing Association (IMA) telah mendorong pemerintah untuk menyatukan zona waktu dari tahun 2005-2014. Namun tidak berlanjut akibat perpindahan kekuasaan politik.
Oleh karena itu, tuturnya, Hari Sumpah Pemuda menjadi momentum untuk mengangkat kembali usulan zona waktu dengan acara Soempah Pemoeda Indonesia 4.0 di tempat yang bersejarah ini.
Menurut Junardy, dengan momentum Sumpah Pemuda, IMA mengharapkan Indonesia tidak hanya dipersatukan oleh tanah air, bangsa dan bahasa, tetapi juga satu zona waktu.
“Dulu di tahun 2005, saat saya masih menjadi Ketua IMA, pemerintah menyambut baik dan melakukan kajian. Hasilnya mengejutkan, dengan penyatuan zona, Perusahaan Listrik Negara (PLN) mampu menghemat biaya produksi hingga Rp 1,3 Triliun per bulan. Makanya, kami harap pemerintah mau mengkaji kembali,” ujarnya.