PURWOKERTO, KOMPAS – Fakultas Pertanian Unversitas Jenderal Soedirman mendorong pemanfaatan tanaman refugia, seperti bunga matahari, kembang kertas, dan kenikir untuk mencegah pertumbuhan hama secara alami. Cara yang ramah lingkungan ini juga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
“Refugia itu tanaman yang menghasilkan nektar. Tanaman itu berbunga warna-warni dan disenangi serangga berguna. Serangga berguna merupakan musuh alami hama atau disebut parasitoid,” kata Mujiono, dosen agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Minggu (28/10/2018).
Di lahan sekitar 700 meter persegi di Experimental Farm atau Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unsoed dapat ditemukan lima jenis tanaman golongan refugia ini, mulai dari bunga matahari, bunga kertas, kenikir, tiktonia, dan archis pintoi. “Itu yang kami galakkan dalam rangka konservasi musuh alami. Konservasi musuh alami adalah salah satu teknik pengendalian hayati yang menggunakan rekayasa ekologi atau istilahnya pengolahan habitat. Jadi bunga itu sebagai rumah serta pakan tambahan bagi parasitoid,” paparnya.
Ketersediaan aneka tanaman refugia di areal persawahan ataupun budidaya tanaman pertanian itu, lanjut Mujiono, akan menambah fertilitas bagi parasitoid. “Hidup parasitoid jadi lebih baik, terutama fertilitasnya jadi naik, meningkat, dan jumlah telur jadi lebih banyak. Otomatis jika jumlah telur yang dihasilkan makin banyak, maka populasinya makin tinggi. Nanti akan menekan secara alami hama yang ada di situ,” tuturnya.
Mujiono mengatakan, Oligosita dan Anagrus sp, misalnya, termasuk parasitoid potensial yang menyerang telur wereng. Dengan semakin banyaknya Oligosita dan Anagrus sp yang tumbuh berkembang di tanaman refugia sekitar sawah, maka populasi wereng dapat ditekan.
Penelitian Mujiono tahun 2017 di Desa Karangkendal, Kecamatan Papetakan, Cirebon menunjukkan, pada areal demplot padi seluas 30 hektar yang ditanami aneka refugia tepi jalan dan pematang sawah, dapat dipanen padi sebanyak 9,5 ton per hektar. Sementara di luar demplot, panen yang didapat hanya 8 ton per hektar.
Perlakuan sama juga dilakukan di budidaya kubis di Serang, Purbalingga. Dengan ditanaminya aneka jenis refugia, hama ulat kubis dapat ditekan. Selain memanfaatkan tanaman berbunga warna-warni, Mujiono juga mendorong pemanfaatan jerami sebagai habitat serangga.
“Selama ini jerami justru dibakar. Jerami bukan limbah, tetapi aset karena bisa menjadi habitat serangga dan dapat dikomposkan di sawah,” ujarnya.
Mujiono menambahkan, pemanfaatan aneka tanaman bunga warna-warni itu akan dikembangkan di Desa Windujaya, Kecamatan Kedung Banteng, Banyumas. Selain untuk meningkatkan pertanian, juga dapat dijadikan eduwisata di mana pengunjung dapat berswafoto di antara bunga-bunga warna-warni.
Guru Besar Ilmi Entomologi Universitas Jenderal Soedirman Imam Widhiono dalam orasi ilmiah pengukuhannya, Jumat (26/10/2018) berjudul “Strategi Pemanfaatan dan Pelestarian Serangga Penyerbuk melalui Rekayasa Ekosistem” menyebutkan, hasil pengabdian pada masyarakat tahun 2014 di Desa Serang (Purbalingga) menunjukkan, petani masih memiliki anggapan bahwa semua serangga adalah hama sehingga penggunaan insectisida terus dilakukan secara intenisf.
Imam menemukan model rekayasa ekosistem yang dapat diterapkan. Caranya, menyediakan lahan untuk tumbuhan liar berbunga dengan tidak menyemprotkan herbisida di luar lahan pertanian dan membiarkan batasan lahan serta tepian jalan untuk ditumbuhi tumbuhan liar berbunga.