Universitas Kedokteran Tokyo Dituntut untuk Berikan Kompensasi
Oleh
Myrna Ratna
·2 menit baca
Praktik diskriminasi terhadap perempuan di Jepang menuai respons keras. Para mantan mahasiswi yang gagal diterima di Universitas Kedokteran Tokyo karena nilai ujian mereka dimanipulasi akan menuntut kompensasi ganti rugi kepada universitas bersangkutan. Sejumlah pengacara yang mewakili para mantan mahasiswi itu menyampaikan tuntutan pada Rabu (24/10/2018) lalu.
Panel penyelidikan yang dibentuk untuk mengungkap praktik diskriminasi di universitas yang terkenal di Jepang itu telah mengidentifikasi 69 orang yang menjadi korban, sedikitnya 55 orang di antaranya perempuan.
Skandal ini terungkap pada Agustus lalu ketika tim investigasi berhasil mengungkap upaya universitas yang secara sengaja memanipulasi hasil ujian masuk para calon mahasiswi dengan menurunkan nilai ujian mereka sehingga dinyatakan tidak lulus.
Universitas Kedokteran Tokyo secara sengaja menghalangi mahasiswi menjadi dokter atas dasar alasan bahwa dokter perempuan akan menimbulkan masalah di masa depan, khususnya ketika mereka berkeluarga dan hamil. Praktik seperti ini telah dijalankan lebih dari 10 tahun.
Menurut Japan Times, yang mengutip kantor berita Kyodo, ada sekitar 20 perempuan yang melamar ke universitas itu pada 2006 dan menuntut kompensasi. Mereka menuntut universitas memberikan kompensasi sebesar 900 dollar AS per tahun sejak mereka melakukan ujian masuk.
Universitas juga harus mengembalikan uang ujian dan seluruh biaya terkait transportasi dan akomodasi saat mereka mengikuti ujian. Mereka juga menuntut universitas mengungkapkan nilai ujian mereka yang sebenarnya.
Jika universitas tidak memberikan jawaban yang memuaskan dalam dua pekan, para perempuan yang saat ini rata-rata telah memiliki karier itu akan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Sebetulnya tim investigasi juga telah mendesak pihak universitas memberikan kompensasi kepada mereka yang menjadi korban. ”Kami sangat terkejut dengan begitu banyaknya calon mahasiswi yang ditolak sebagai akibat manipulasi,” kata Yukiko Tsunoda yang mengepalai kelompok pengacara. ”Alangkah mengerikan jika skandal ini tidak terungkap dan terus tersimpan dalam gelap.”
Kami sangat terkejut dengan begitu banyaknya calon mahasiswi yang ditolak sebagai akibat manipulasi.
Kelompok pengacara ini juga bersiap memperoleh tambahan klien setelah Kementerian Pendidikan Jepang yang melakukan survei terhadap 81 universitas yang memiliki departemen kedokteran menemukan bahwa malapraktik serupa terjadi di institusi-institusi lainnya.
Skandal ini menimbulkan kemarahan di Jepang dan mendorong kementerian pendidikan melakukan penyelidikan secara menyeluruh. (AFP)