Setelah Disandera Tiga Tahun di Suriah, Wartawan Yasuda Pulang ke Tokyo
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
Setelah disandera di Suriah selama 40 bulan atau hampir tiga tahun, wartawan Jepang, Jumpei Yasuda (44), pada Selasa (23/10/2018) lalu akhirnya dibebaskan. Atas bantuan Turki, Yasudah diterbangkan kembali ke Jepang dan tiba di Tokyo, Jepang, Kamis (25/10/2018).
Saat mendarat di Tokyo, Yasuda mengenakan kaus hitam. Dia dikawal keluar dari pesawatnya dan diantar dengan menggunakan mobil van hitam. Yasuda meninggalkan bandara Tokyo tanpa memberikan keterangan apa pun kepada sekelompok besar wartawan yang menunggu kedatangannya.
Kepada kru televisi NHK dalam penerbangan sebelumnya dari Antakya, Turki selatan, menuju Istanbul, Yasuda mengatakan bahwa dia senang bisa pulang ke Jepang setelah disandera di ”neraka” selama hampir tiga tahun. Namun, kini setelah pembebasannya, Yasuda justru mengkhawatirkan tentang bagaimana ia menghadapi dunia yang berubah.
Yasuda mengatakan bahwa dia senang bisa pulang ke Jepang setelah disandera di neraka selama hampir tiga tahun.
”Saya sangat senang bisa bebas. Namun, saya agak khawatir tentang apa yang akan terjadi kepada saya atau apa yang harus saya lakukan mulai sekarang,” kata Yasuda.
Yasuda yang diculik pada tahun 2015 oleh gerakan Al Qaeda cabang Suriah mengatakan bahwa kini dia merasa seolah-olah tertinggal di belahan dunia lainnya dan tidak yakin bagaimana cara mengatasi ketertinggalannya.
Seperti di neraka
Yasudah menggambarkan 40 bulan penyanderaannya sebagai ”neraka”, baik secara fisik maupun mental. Dia mengatakan ditahan di dalam sel kecil dan disiksa. Dia pernah tidak boleh mandi selama delapan bulan.
”Hari demi hari, saya pikir saya tidak bisa pulang lagi dan pikiran itu memenuhi isi kepala saya dan secara bertahap membuat saya sulit mengendalikan diri,” ungkap Yasuda.
Yasuda diculik kelompok Al Nusra Front. Kelompok pemantau perang mengatakan, Yasuda ditahan kelompok yang sebagian besar terdiri atas anggota milisi China di Suriah.
Dia mengatakan ditahan di dalam sel kecil dan disiksa.
Menurut Yasuda, dia dipindahkan beberapa kali, tetapi tetap berada di Provinsi Idlib di Suriah barat laut. Dia kadang-kadang mendengar suara pengeboman dari jarak jauh. ”Saya hidup dalam ketakutan tanpa akhir bahwa saya mungkin tidak akan pernah keluar dari sana atau bahkan bisa dibunuh,” kata Yasuda kepada stasiun televisi Jepang, TBS. Secara bertahap Yasuda pesimistis tentang nasibnya karena para penculik terus melanggar janji mereka untuk membebaskannya.
Pembebasannya Selasa lalu terjadi tiba-tiba ketika penculiknya membawanya ke perbatasan Turki dan menurunkannya, lalu menyerahkannya kepada Pemerintah Turki. Para pejabat Jepang mengatakan, Qatar dan Turki upaya pembebasan Yasuda.
Pernah disandera
Yasuda memulai kariernya di sebuah koran lokal. Dia mulai melaporkan berita tentang Timur Tengah pada awal tahun 2000 dan pergi ke Afghanistan serta Irak. Dia disandera di Irak pada 2004 bersama tiga orang Jepang lainnya, tetapi dibebaskan setelah tokoh ulama Islam merundingkan pembebasannya.
Dia bekerja sebagai juru masak di Irak selama hampir setahun sebagai bagian dari penelitiannya yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku tahun 2010. Buku itu bercerita tentang buruh di zona perang. Dia juga menulis artikel tentang penahanannya pada tahun 2004.
Dia mulai melaporkan berita tentang Timur Tengah pada awal tahun 2000 dan pergi ke Afghanistan serta Irak.
Namun, kali ini para penculiknya mengambil semua peralatan kerjanya, termasuk kamera. Mereka merampas semua catatan miliknya. ”Semua barang saya dirampok, dan itu membuat saya sangat marah. Saya tidak bisa bekerja selama 40 bulan,” katanya.
Pekerjaan terakhirnya di Suriah adalah menuliskan laporan mengenai rekannya sesama wartawan yang bernama Kenji Goto, yang disandera dan dibunuh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Suriah telah menjadi salah satu tempat paling berbahaya bagi wartawan sejak konflik dimulai pada Maret 2011. Puluhan orang tewas atau diculik. Beberapa wartawan masih hilang di Suriah dan nasib mereka tidak diketahui. (AP)