Diabetes gestasional bisa menyerang ibu hamil akibat perubahan hormonal. Jika tak segera ditangani, hal itu meningkatkan risiko kesehatan pada ibu dan bayi. Karena itu, masalah kesehatan tersebut harus dideteksi sejak dini.
JAKARTA, KOMPAS—Perubahan hormonal yang terjadi di masa kehamilan meningkatkan risiko perempuan mengalami diabetes gestasional. Hal itu bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada ibu dan bayi.
Gangguan tersebut umumnya terdeteksi di minggu ke-24 kehamilan. Untuk itu, pemeriksaan dengan pemindaian di trimester ketiga dinilai penting agar masalah itu segera diatasi.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrinologi, metabolik, dan diabetes Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, Wismandari Wisnu, menjelaskan, gestasional menimbulkan risiko kesehatan pada ibu dan bayi. Ibu hamil dengan gestasional rentan mengalami preeklamsia (komplikasi karena tekanan darah tinggi), komplikasi saat persalinan, dan risiko diabetes melitus tipe 2.
”Risiko pada bayi yang paling banyak dijumpai adalah bayi lahir berukuran besar, yaitu lebih dari 4 kilogram. Selain itu, bayi rentan mengalami distosia bahu (bahu menyangkut saat lahir), hipoglikemia (gula darah rendah saat lahir), serta hipokalsemia (kadar kalsium pada darah rendah),” ujarnya di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Risiko pada bayi yang paling banyak dijumpai adalah bayi lahir berukuran besar, yaitu lebih dari 4 kilogram.
Meski demikian, diabetes pada kehamilan biasanya tak menunjukkan gejala ataupun tanda khusus. Gejala yang muncul hampir sama dengan gejala ibu hamil pada umumnya, seperti kerap buang air kecil, sering haus, lapar, dan mudah lelah.
Untuk itu, pemeriksaan tes toleransi glukosa oral di trimester ketiga atau minggu ke-24 kehamilan perlu dilakukan untuk mendeteksi gestasional. Jika kadar gula dalam darah lebih dari 95 miligram per desiliter setelah puasa atau lebih dari 155 miligram per desiliter setelah 2 jam pemeriksaan, berarti ibu hamil itu mengalami gestasional.
Tidak terdeteksi
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Pondok Indah Jakarta, Merwin Tjahjadi, menambahkan, tren penderita diabetes di masa kehamilan meningkat. Itu disebabkan pola makan tak sehat.
Prevalensi diabetes di masa kehamilan di Indonesia 1,9-3,6 persen. Namun, 10-25 persen dari jumlah total kasus diabetes pada kehamilan tak terdeteksi. Padahal, jika terlambat ditangani, risiko kematian pada ibu dan bayi meningkat.
”Perempuan hamil lebih berisiko terkena gestasional jika berusia di atas 30 tahun, gemuk, ada riwayat kematian bayi dalam kandungan, dan memiliki riwayat melahirkan bayi besar sebelumnya,” ujarnya.
Diet seimbang
Kepala Divisi Metabolik Endokrin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Em Yunir, mengatakan, tata laksana diabetes pada kehamilan butuh pemeriksaan terpadu dokter spesialis kandungan, dokter spesialis penyakit dalam, dan ahli gizi. Targetnya, kadar gula darah puasa kurang dari 93 mg/dl atau 2 jam setelah makan kurang dari 120 mg/dl.
Pada tahap pertama, ibu hamil yang terdeteksi gestasional harus menerapkan pola diet seimbang. Itu tak berarti mengurangi asupan makanan yang diperlukan. Kebutuhan gizi bisa dikonsultasikan dengan dokter spesialis gizi klinik agar disesuaikan masa kehamilan.
Jika dalam satu bulan kadar gula darah ibu hamil tak turun, itu berarti perlu mendapatkan insulin. Dosisnya bisa diatur sesuai kondisi ibu hamil.
”Gestasional baru bisa dideteksi dengan baik di usia kehamilan 24-28 minggu.
Sayangnya, tidak sedikit ibu hamil baru memeriksa kehamilan lewat dari minggu ke-34. Pengelolaan diabetes menjadi lebih sulit sehingga risiko lebih besar,” ujarnya.