Rotterdam Berjuang Wujudkan Pelabuhan Tanpa Gas Rumah Kaca
Pelabuhan Rotterdam, Belanda, merupakan pelabuhan tersibuk di Eropa. Kapal-kapal yang berlayar di seluruh dunia masuk dan keluar di pelabuhan ini. Rotterdam adalah pusat industri yang mempekerjakan hampir 200.000 orang dan menghasilkan 20 persen gas-gas pemicu perubahan iklim di Belanda.
Ketika Rotterdam mencoba menekan emisi yang sejalan dengan tujuan global untuk mengurangi pemanasan global, otoritas pelabuhan itu mulai memikirkan cara mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pelabuhan antara lain berinvestasi dengan menggunakan energi terbarukan sehingga emisi karbondioksida dari pelayaran dan industri lainnya berkurang. Pada 2050, emisi akan turun 90 persen, sejalan dengan target nasional. Tujuan ini sesuai dengan upaya baru Organisasi Maritim Internasional (IMO), yakni badan PBB yang mengatur pengiriman dengan kapal, untuk mengurangi emisi akibat pengiriman dengan kapal.
IMO pada bulan April, di bawah tekanan dari negara-negara kepulauan, untuk pertama kalinya menetapkan target pemotongan emisi paling sedikit 50 persen pada tahun 2050, dibandingkan dengan tahun 2008. "Setiap sektor perlu berkontribusi dalam perang melawan perubahan iklim," kata Natasha Brown, juru bicara IMO.
Rotterdam adalah salah satu dari lebih dari 25 kota, seperti Seoul hingga Medellin, yang telah berjanji untuk membeli bus-bus nol emisi pada tahun 2025 dan mengambil langkah untuk membangun area utama zona nol emisi di kota mereka masing-masing pada tahun 2030.
Masing-masing akan mencapai tujuan dengan caranya sendiri. Menurut PBB, karena kota menyumbang sekitar tiga perempat emisi karbon dioksida dan mengonsumsi lebih dari dua pertiga energi dunia, keberhasilan mereka mengurangi emisi gas rumah kaca akan berdampak besar.
Setiap sektor perlu berkontribusi dalam perang melawan perubahan iklim.
Di Rotterdam, pembangunan fasilitas pelabuhan yang ramah lingkungan ternyata sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Rotterdam juga menjadi rumah bagi lima kilang minyak besar. Hal ini adalah tugas besar pertama bagi Rotterdam. “Tidak melakukan apa pun bukanlah pilihan,” tutur Caroline Kroes, pemimpin program strategi transisi energi di pelabuhan Rotterdam.
Menurut Kroes, membangun fasilitas pelabuhan lebih ramah lingkungan harus dikombinasikan dengan upaya untuk mengurangi emisi akibat pengiriman kargo secara global.“Kesepakatan Paris tidak mungkin dilaksanakan jika ada yang tak ikut serta melakukan. Setiap orang harus bergerak dan berubah,” ujar Kroes.
Memberi Insentif
Dalam upaya untuk mendorong pengiriman dengan kapal yang lebih bersih, pelabuhan memberikan insentif bagi kapal-kapal yang rendah karbon, termasuk pembuatan Indeks Kapal Lingkungan, yang mulai mengukur emisi dari setiap kapal sejak tahun lalu. Sejak Juli 2017, semua kapal yang berlabuh di Rotterdam mendapat skor lebih dari 100 berdasarkan berapa banyak nitrogen oksida dan oksida belerang yang mereka keluarkan. Karbon dioksida ditambahkan pada tahun ini. Dengan menggunakan indeks tersebut, pelabuhan menawarkan diskon pembayaran di pelabuhan bagi kapal-kapal yang ramah lingkungan.
Menjadikan kapal-kapal dan proses di pelabuhan menjadi lebih efisien juga merupakan kunci untuk mengurangi emisi. "Meningkatkan efisiensi berarti Anda membutuhkan lebih sedikit bahan bakar. Jadi, Anda menghemat biaya dan mengurangi emisi pada saat yang sama," kata Kroes.
Salah satu cara adalah dengan mengoordinasikan kedatangan dan keberangkatan kapal secara lebih baik untuk mengurangi waktu tunggu. Tahun ini pelabuhan Rotterdam meluncurkan Pronto, platform digital sehingga perusahaan pelayaran dan penyedia layanan dapat bertukar informasi tentang kapan mereka tiba di pelabuhan.
Meningkatkan efisiensi berarti Anda membutuhkan lebih sedikit bahan bakar. Jadi, Anda menghemat biaya dan mengurangi emisi pada saat yang sama.
Menurut Leon Willems, juru bicara pelabuhan Rotterdam, pertukaran informasi itu diharapkan dapat mengurangi waktu tunggu untuk kapal dan mengurangi emisi hingga 20 persen. Menurut penelitian yang dirilis bulan ini oleh Otoritas Pelabuhan Rotterdam, jika kapal rata-rata menghabiskan 12 jam lebih sedikit di pelabuhan, emisi perubahan iklim dari kedatangan kapal-kapal itu akan turun 35 persen.
Kapal laut listrik belum bisa dilayani di Belanda, karena pembangunan infrastruktur untuk melayani kapal-kapal laut listrik di pelabuhan laut terbilang mahal. Namun, kapal listrik yang beroperasi di sungai telah dupyakan fasilitasnya oleh Belanda.
Tahun ini pelabuhan Rotterdam membentuk kemitraan dengan Skoon Energy BV, startup Belanda yang membantu kapal-kapal beralih dari mesin berbahan bakar fosil ke tenaga listrik. Startup ini membangun paket baterai isi ulang yang dikenal sebagai Skoonboxes, yang dapat dipasang pada kapal perpaduan diesel-listrik. Pelabuhan Rotterdam membantu dengan membangun jaringan pengisian baterai.
Tahun ini pelabuhan Rotterdam membentuk kemitraan dengan Skoon Energy BV, startup Belanda yang membantu kapal-kapal beralih dari mesin berbahan bakar fosil ke tenaga listrik.
Pendiri Skoon Energy Peter Paul van Voorst mengatakan, kini semakin banyak perusahaan yang berinvestasi dalam kapal berbahan bakar hibrida, dengan mesin listrik dan generator diesel untuk memotong biaya dan emisi mereka. “Kami melihat orang-orang beralih ke kapal hibrida karena berbagai alasan: efisiensi, kualitas bahan bakar yang andal, dan keberlanjutan,” kata van Voorst.
Di antara mereka yang beralih adalah perusahaan Belanda Damen Shipyards Group yang mencoba Skoonboxes selama beberapa bulan ke depan. Alat itu dipasang di kapal MS Borelli solar-electric dengan panjang 110 meter. Kapal ini mengangkut kontainer antara pelabuhan Rotterdam dan Hengelo, sebuah kota di Belanda timur.
"Skoonboxes yang disertai dengan jaringan pengisian hub akan memungkinkan kapal berlayar dengan listrik penuh. Ini adalah salah satu dari banyak cara untuk menggeser industri pelayaran menuju solusi bersih yang ramah lingkungan,” papar Solco Reijnders, manajer program inovasi di Damen Shipyards. Dia mengatakan tidak akan terkejut kalau dalam 10-15 tahun mendatang banyak industri pelayaran beralih ke operasi bebas emisi sepenuhnya.
Mencapai target IMO untuk mengurangi emisi kapal tentu menghabiskan banyak biaya. Pemerintah serta swasta perlu berinvestasi. "Membangun infrastruktur darat jelas merupakan tanggung jawab pemerintah. Pelabuhan tidak akan membangun ini karena sangat mahal,” kata Johan de Jong, manajer hubungan internasional di Maritime Research Institute Netherlands.
Pada 2018, pemerintah Belanda mengalokasikan 1,25 juta euro untuk proyek-proyek pelayaran yang inovatif, dan pada tahun 2019 diharapkan akan terbuka inisiatif ramah lingkungan yang baru untuk mempromosikan pelayaran yang berkelanjutan.
Bagaimanapun, solusi yang lebih ekonomis diperlukan untuk mendorong pemilik kapal dan operator agar mengadopsi praktik rendah karbon atau nol karbon. "Energi terbarukan bisa menjadi alternatif yang lebih murah," kata van Voorst.
(THOMSON REUTERS FOUNDATION)