JAKARTA, KOMPAS - Aktivitas wisata di Pantai Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, lesu akibat kawasan pantai yang kotor dan terbengkalai. Hal ini berimbas pada perekonomian sebagian warga yang menggantungkan hidup dari kunjungan wisatawan.
Di lokasi pantai, hanya sedikit penjual yang tetap membuka warung. Pengunjung yang kebanyakan hanya warga sekitar juga tak menyempatkan waktu mampir ke warung di sepanjang bibir pantai tersebut.
Japri (44), salah satu penjual makanan, mengatakan, rata-rata jumlah pengunjung setiap hari hanya sekitar 20 orang. Ia lebih banyak bergantung pada nelayan yang datang ke warungnya selepas melaut.
"Sudah jarang yang datang ke sini, soalnya siapa juga yang mau main di air yang kotor," kata Japri, (24/10/2018). Ia menyesalkan rencana pemerintah daerah setempat untuk menata tempat itu menjadi kawasan wisata publik yang tidak segera terlaksana.
Warung milik Japri terletak di sisi timur jalan masuk Pantai Marunda. Ia merupakan salah satu dari sedikit penjual yang tetap bertahan membuka warung di Pantai Marunda.
"Kalau saya nyambi jadi nelayan juga," kata salah satu penjual makanan bernama Emon (32). Menurutnya jika hanya berjualan saya tidak mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Emon menuturkan, penghasilannya dari berjualan paling besar hanya Rp 15.000 per hari. Barang dagangannya pun saat ini hanya tinggal sedikit.
"Paling sekarang yang laku cuma kopi," ujar Emon. Ia tak lagi berani mengeluarkan modal besar untuk berdagang.
Carsad (35), warga Rusun Marunda, mengatakan, kunjungan wisatawan memang menurun setelah rencana untuk menjadikan tempat tersebut sebagai kawasan wisata publik terbengkalai. "Sekarang yang datang ke pantai hanya warga sekitar saja, seperti saya ini," ujar Carsad.
Carsad merupakan satu-satunya pengunjung yang menyempatkan waktu untuk berenang di pantai itu. Pengunjung lain lebih memilih untuk sekedar berjalan di bibir pantai dan enggan berenang di air yang kotor tersebut.
Selain Carsad, hanya ada sejumlah anak kampung sekitar yang berenang di antara sampah yang mengapung di tepi pantai. Tak jarang ombak laut yang tinggi mengahantam mereka ke tanggul laut bersama tumpukan sampah plastik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Slamet Riyadi mengatakan, penanganan sampah laut memang tidak mudah. Ia menjelaskan, volume sampah di pesisir Jakarta sangat besar dan berasal dari berbagai daerah termasuk dari luar Jakarta.
Menurut Slamet, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara fokus menangani sampah yang ada di darat. Adapun sampah di pesisir merupakan tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu.
"Kami sudah melakukan pengangkatan sampah dari laut semaksimal mungkin. Namun, volume sampah laut yang sangat besar membuat sejumlah sampah tetap terbawa ke bibir pantai," ujar Slamet.
Tidak nyaman
Situasi Pantai Marunda memang memprihatinkan. Selain kotor, kawasan itu juga tidak tertata rapi.
Sejumlah perahu yang sudah tidak berfungsi ditinggalkan pemiliknya begitu saja di tepi pantai. Juga ada beberapa tembok bangunan bekas gusuran yang sebagian masih berdiri dan mengotori pemandangan.
"Ini sih lebih mirip kawasan proyek daripada tempat wisata," ujar Carsad. Wilayah pantai yang dapat digunakan untuk berenang kini semakin berkurang karena tertumpuk sampah dan urukan tanah.
Sejumlah aktivitas pembangunan memang marak di sekitar Pantai Marunda. Deru mesin ekskavator dan getaran dari alat pemasang tiang beton membuat kawasan itu semakin tidak nyaman.
Hal itu membuat khawatir sejumlah warga yang bergantung pada aktivitas wisata Pantai Marunda. "Saya inginnya pembangunan itu berdampak baik pada lingkungan agar bisa menarik wisatawan kembali datang ke tempat ini," kata Japri.(PANDU WIYOGA)