WASHINGTON, SENIN — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengurangi bantuan kepada Honduras, Guatemala, dan El Salvador. Ia menyebut eksodus migran dari negara-negara tersebut merupakan ”darurat nasional”.
Trump mengunggah sejumlah pernyataan di Twitter, Senin (22/10/2018), sehubungan dengan membanjirnya migran yang berupaya masuk AS. ”Saya peringatkan patroli perbatasan dan militer bahwa situasi ini merupakan darurat nasional,” begitu salah satu cuitan Trump. ”Menyedihkan, tampaknya polisi dan militer Meksiko tidak mampu menghentikan arus migran yang menuju perbatasan bagian selatan AS,” tulis Trump yang juga mengatakan, para imigran merupakan campuran penjahat dan orang-orang Timur Tengah.
Tiga negara, Guatemala, Honduras, dan El Salvador, menerima bantuan ratusan juta dollar AS dalam tahun fiskal 2017. Bantuan diberikan, antara lain, untuk pembangunan ekonomi, pendidikan, dan menyokong demokrasi. Bantuan cenderung terus menurun. Honduras, misalnya, pada 2016 menerima 750 juta dollar AS, tahun 2016 sebanyak 655 juta dollar, dan tahun lalu 615 juta dollar.
Tiga negara, Guatemala, Honduras, dan El Salvador, menerima bantuan ratusan juta dollar AS dalam tahun fiskal 2017.
Secara umum, AS di bawah Trump memang memangkas segala bentuk bantuan luar negeri hingga total 30 persen. Kendati Trump menyatakan eksodus migran sebagai ”darurat nasional”, dinas-dinas federal belum menerima petunjuk apa pun.
Juru bicara Departemen Pertahanan, Letkol Jamie Davis, mengatakan, belum ada perintah menyediakan pasukan untuk keamanan perbatasan. Begitu pula pejabat Kemenlu mengatakan, belum ada instruksi apa pun untuk menghapus atau mengurangi bantuan ke negara-negara Amerika tengah (sebagaimana kicauan Trump).
Juru bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, ketika ditanya tentang operasional kicauan Presiden mengatakan, segala opsi akan terus dilihat. ”Presiden ingin memastikan, kita melakukan semuanya yang bisa dilakukan untuk keamanan dan perlindungan perbatasan. Itu yang jelas yang dia katakan,” katanya.
Perjalanan panjang
Ribuan orang sejak beberapa hari belakangan melakukan perjalanan nekat, keluar dari Honduras menuju perbatasan hingga Meksiko dengan harapan bisa hidup lebih aman dan lebih baik. Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Farhan Haq, mencatat, ada 7.233 orang yang mencoba mengadu nasib ke luar Honduras. ”Organisasi Migran Internasional melaporkan, ada sejumlah besar orang yang hari ini tiba di Meksiko dan tampaknya akan tetap di negara tersebut untuk beberapa waktu,” ucapnya.
Ia mengatakan, Sekjen PBB Antonio Guterres telah berbicara dengan sejumlah pemimpin tentang situasi ini dan merencanakan segera ke Washington untuk bertemu dengan Menlu Mike Pompeo. ”Situasi ini memerlukan kesepakatan yang sejalan dengan hukum internasional dan dengan penghormatan terhadap hak negara-negara untuk menangani perbatasan mereka,” tambah Haq.
Pada Senin malam, Meksiko mengizinkan ratusan migran Honduras masuk. Kelompok migran mengakhiri perjalanan di Negara Bagian Chiapas. Banyak di antara mereka bermalam di alun-alun kota atau di jalan-jalan.
Aktivis yang membantu perjalanan mereka mengatakan, perjalanan melewati Meksiko sejauh 3.000 kilometer bisa memakan waktu sampai sebulan. ”Kami sedikit takut polisi bisa menahan kami. Jika mereka mendeportasi kami, kami akan mencoba lagi,” kata Noemi Bodadilla (39) yang berasal dari kota San Pedro Sula. Sejauh ini dia sudah menempuh perjalanan 13 hari.
”Kami sadar betul bahwa negara ini (Meksiko) tidak menerima kami sebagaimana yang kami harapkan dan mereka bisa mengembalikan kami ke Honduras. Kami tahu ada penyelundup narkoba yang menculik dan membunuh migran,” ujar migran lain bernama Juan Flores. ”Namun, kami hidup dalam ketakutan di negara kami sehingga kami jalan terus,” tambah migran ini.
Honduras merupakan salah satu negara dengan tingkat kekerasan tinggi. Dari 100.000 orang, terjadi 43 pembunuhan. Selain tak aman, negara ini juga dililit kemiskinan. (AFP/AP/REUTERS)