JAKARTA, KOMPAS-- Pembenahan sektor industri penopang ekspor perlu dipercepat untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. Persoalan klasik dan mendasar, terutama pemanfaatan bahan baku lokal sebagai pengganti bahan baku impor, belum optimal karena industri hulu belum kuat dan terhubung dengan industri pengguna.
Di sisi lain, daya saing industri perlu ditingkatkan melalui penguatan riset dan pengembangan, serta investasi langsung yang berorientasi ekspor dan inovasi. Upaya itu perlu ditopang regulasi yang kompetitif, klusterisasi hulu ke hilir, dan pemberian insentif bagi eksportir dan pelaku industri yang ekspansi ke negara lain.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Pra Forum CEO bertema “Meningkatkan Daya Saing Industri Indonesia”, kerja sama Kompas dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Jakarta, Selasa (23/10/2018). Diskusi yang dimoderatori Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy menghadirkan CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Iwan Supangkat, dan CEO PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk Hardianto Atmadja. Hadir juga Presiden Direktur & CEO PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Warih Andang Tjahjono, Vice CEO PT Pan Brothers Tbk Anne Patricia Sutanto, CEO PT Hartono Istana Teknologi Hariono, serta Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia Soekarwo.
Warih mengatakan, Toyota terus berupaya meningkatkan penggunaan konten lokal secara bertahap. Saat ini tingkat penggunaan bahan baku lokal untuk pembuatan mobil All New Kijang Innova sekitar 85 persen, yang pada 2022 diharapkan menjadi 95 persen.
Toyota bekerja sama dengan sejumlah perusahaan domestik untuk menyuplai bahan baku lokal. Pada 2015-2018, ada 140 pemasok bahan baku lokal.
“Kendati begitu, kami kerap kesulitan mencari pemasok bahan baku dari dalam negeri karena industri hulu kurang berkembang optimal,” katanya.
Anne memaparkan, penggunaan bahan baku lokal sudah dilakukan pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sejak 7 tahun lalu. Namun, proses substitusi berjalan lambat karena industri hulu tidak berkembang optimal. Saat ini, bahan baku impor berkurang dari 95 persen menjadi 85 persen.
“Hampir sebagian besar produk yang kami hasilkan itu diekspor. Bahkan, untuk PT Pan Brothers, seluruh produksinya diekspor. Kami juga berupaya memanfaatkan celah perang dagang Amerika Serikat-China untuk meningkatkan ekspor 30-40 persen,” kata Anne.
Hariono menyebutkan, bahan baku impor industri elektronik cukup besar. Untuk satu unit televisi, kandungan bahan baku impornya 92,62 persen. Adapun sisanya dari dalam negeri yang sebenarnya tidak murni buatan dalam negeri.
Hal itu menunjukkan masih ada persoalan di industri hulu dan perantara, karena belum bisa memproduksi kebutuhan industri hilir. “Melalui riset dan inovasi, kami berupaya memperkuat inovasi produk dan melakukan penelitian penggunaan komponen-komponen lokal,” kata dia.
Adapun Soekarwo mengemukakan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan menggelar ekspedisi Aceh-Papua untuk memetakan potensi bahan baku lokal bagi industri nasional, khususnya di Jawa Timur. Selama ini peta itu belum ada, sehingga perdagangan antarprovinsi tidak optimal.
Regulasi
Dalam diskusi terungkap, regulasi masih menjadi kendala bagi pelaku usaha untuk mengembangkan bisnis dan investasi.
Salah satu akibatnya, menurut Hariono, investor China yang akan mendirikan pabrik suku cadang elektronik di Kudus, Jawa Tengah, membatalkan rencana.
Anne menambahkan, investasi asing di sektor riset dan pengembangan perlu ditumbuhkan. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki regulasi terkait dengan hal itu, padahal negara-negara lain telah membuka diri terhadap investasi tersebut.
“Dalam industri TPT, untuk meningkatkan daya saing tidak hanya soal inovasi desain, tetapi juga inovasi manufaktur. Riset dan pengembangan sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Ditegaskan Sukarwo, kunci utama mendorong daya saing industri adalah merestrukturisasi kebijakan pemerintah. Jangan sampai satu regulasi menjadi disinsentif bagi regulasi lain.
Pelaku industri nasional berkomitmen mempertahankan pasar dalam negeri dan mengembangkan pasar luar negeri.
Aas menuturkan, pupuk merupakan kebutuhan terbesar petani Indonesia. Jangan sampai Indonesia sebagai negara agraris mengimpor pupuk.
Adapun Hardianto menyatakan, Garudafood mulai merambah pasar luar negeri, terutama sejumlah negara di ASEAN, seperti Myanmar, Vietnam, dan Thailand. Tujuannya, meningkatkan citra perusahaan agar lebih berdaya saing, meningkatkan ekspor nasional, dan mendorong citra pariwisata Indonesia.
Iwan menambahkan, PLN menopang kebutuhan listrik bagi industri melalui pembangunan infrastruktur kelistrikan. Dia juga berharap agar pelaku industri turut mengembangkan dan menggunakan energi terbarukan di Indonesia. (HEN)