BANDUNG, KOMPAS -- Produk tekstil Indonesia beberapa kali kehilangan pangsa pasar ekspor. Produsen tekstil lokal kalah cepat menyediakan contoh bahan kain yang diinginkan pemesan dari luar negeri. Kelambanan disebabkan masih minimnya pusat inovasi dan laboratorium tekstil di Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono, Rabu (24/10/2018), saat ini keberadaan pusat inovasi tekstil di Indonesia masih terbatas.
Lokasi pengujian bahan tekstil sejauh ini hanya bertumpu pada Balai Besar Tekstil milik Kemenperin. Ada sejumlah pusat pengujian dan laboratorium tekstil milik swasta. Namun, penggunaannya bukan untuk industri secara umum, melainkan untuk kalangan internal.
Minimnya keberadaan pusat inovasi itu, kata Sigit, berpengaruh terhadap kecepatan respons produsen tekstil dalam negeri dalam memenuhi permintaan pemesanan dari mancanegara. Sebelum menerima tawaran ekspor, produsen biasanya harus melakukan serangkaian pengujian bahan tekstil. Pengujian dimaksudkan agar bahan kain yang diproduksi sesuai dengan keinginan pihak pemesan.
Akibatnya, Indonesia beberapa kali kehilangan pangsa pasar ekspor produk tekstil. Produsen Indonesia kalah cepat dalam mengirimkan contoh produk tekstil yang dikehendaki pemesan dari mancanegara.
"China kalau ada order, seminggu sudah bisa kirimkan contoh kain. Kita bisa berbulan-bulan. Itu tentunya terkait masalah pengujian mutu barang sesuai sampel yang diinginkan," ujar Sigit, dihubungi dari Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan data Kemenperin, sepanjang Januari-Juli 2018 nilai pengapalan produk tekstil dan produk tekstil Indonesia sudah mencapai 7,74 miliar dollar AS. Pemerintah menargetkan hingga akhir 2018 nilainya bisa menembus 14 miliar dollar AS.
Oleh sebab itu, kehadiran pusat inovasi Lenzing Center of Excellence (LCoE) milik Lenzing Group di Purwakarta, Jawa Barat, diharapkan dapat menjawab kebutuhan pelaku industri tekstil terhadap lokasi inovasi dan pengujian kualitas kain.
Pewarnaan bermasalah
Sebagai contoh, untuk masalah pewarnaan tekstil, di beberapa negara sudah terkomputerisasi. Sedangkan di Indonesia belum sepenuhnya.
"Minta warna merah tapi sampelnya tidak sesuai jadi itu memperlambat order kita dari luar. Dengan adanya pusat inovasi kan diharapkan lebih cepat," tutur Sigit.
Achmad Sigit mengatakan, pengujian kualitas kain oleh lembaga inovasi dengan peralatan yang canggih akan membantu produsen tekstil dalam bereksperimen. Dengan demikian, pengiriman contoh bahan kain yang diinginkan pemesan bisa lebih cepat.
LCoE berlokasi di areal pabrik utama PT South Pacific Viscose (SPV) di Desa Cicadas, Purwakarta. PT SPV yang bernaung di bawah Lenzing Group menginvestasikan 5 juta dollar AS untuk membangun LCoE.
Commercial Head South East Asia PT SPV, Winston Mulyadi, menjelaskan, LCoE ingin memberikan solusi kepada mitra bisnis dan pelanggan terkait produk tekstil yang diinginkan. Di LCoE, mereka bisa berinteraksi sekaligus bereksperimen menciptakan produk tekstil jenis baru.
"Misalnya eksperimen mau bikin benang jenis baru. Bisa dicoba di sini. Mengatur komposisi, agar konsumen puas dengan produk," katanya.
Di LCoE terdapat sejumlah fasilitas peralatan laboratorium. Ada yang berfungsi mendeteksi kualitas benang dalam kain dengan kerataan benang secara detil.
Ada juga peralatan yang dapat memeriksa kualitas kain. Apabila ada kain yang sekiranya cacat dalam segi warna atau kualitas benang bisa diteliti akar masalahnya. Apakah karena human error atau memang ada bahan lain tercampur dalam kain. Biasanya waktu analisa keluar antara dua minggu hingga sebulan.
Perusahaan produsen tekstil PT Laksana Kurnia Mandiri Sejati adalah salah satu mitra PT SPV. Direktur PT Laksana Kurnia Mandiri Sejati Erick Halim mengatakan, perusahaannya tertarik bekerja sama dengan LCoE untuk menjaga kualitas kain yang akan mereka ekspor.
Erick mengatakan dengan adanya LCoE akan membantu menghemat pengeluaran (cost). Eksperimen yang dilakukan di LCoE bisa memberi pilihan bahan kain yang akan digunakan secara lebih tepat guna dan efisien.