JAKARTA, KOMPAS – Pembahasan upah minimum provinsi DKI Jakarta mulai dibahas Rabu (23/10/2018). Negosiasi diperkirakan akan alot karena perbedaan kebutuhan antara pengusaha dan buruh yang terlalu lebar.
Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah minimal provinsi (UMP) sebesar 20-25 persen, jauh lebih tinggi dari syarat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Adapun pengusaha DKI Jakarta meminta agar kenaikan UMP DKI Jakarta 2019 sekitar 4,5-5 persen.
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, kenaikan sebesar 8,03 persen sesuai aturan di PP 78/2015 ini sangat membebani dunia usaha Jakarta. Besaran yang sesuai dengan kemampuan dunia usaha saat ini, kata Sarman, adalah kenaikan 4,5 – 5 persen. Faktor utama pemberat adalah kenaikan nilai tukar dolar AS.
“Jika kondisi ekonomi kita stabil, nilai rupiah kita juga stabil, tentu kenaikan UMP sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional tidak akan memberatkan dunia usaha. Namun untuk kondisi saat ini kenaikan sebesar itu akan semakin membebani biaya operasional perusahaan, karena bagaimanapun kewajiban yang lainnya juga tidak bisa ditunda,” katanya di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, UMP DKI Jakarta saat ini sekitar Rp 3,6 juta lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi. Di Karawang dan Kota Bekasi, upah minimum 2018 sekitar Rp 3,9 juta. Dengan kenaikan 8,3 persen saja, selisih UMP DKI Jakarta dan daerah sekitarnya akan semakin besar.
“Kondisi tersebut tidak masuk akal. Bagaimana mungkin upah DKI selama tiga tahun berturut-turut lebih rendah dari Bekasi dan Karawang?” ujarnya.
Dengan kondisi sekarang saja, kata Said, kondisi ekonomi buruh sudah sangat sulit memenuhi kebutuhan dasar. Apalagi, dengan kenaikan harga-harga tahun 2019 yang dipengaruhi kenaikan nilai dolar AS.
Untuk makan saja, kata Said, setidaknya harus mengeluarkan Rp 45.000 per hari, dengan asumsi makan 3 kali sehari masing-masing 15.000. Sehingga dalam sebulan totalnya Rp 1,35 juta. Sementara itu untuk sewa rumah, biaya listrik, dan air, dalam sebulan bisa mencapai Rp 1,3 juta. Sedangkan untuk transportasi membutuhkan biaya setidaknya Rp 500.000 sebulan.
“Dari tiga item tersebut, sudah menghabiskan anggaran Rp 3,150 juta sebulan. Ini adalah biaya tetap yang tidak bisa diotak-atik,” kata Said.
Jika tahun 2019, UMP DKI sebesar Rp 3,9 juta sesuai aturan pemerintah, dikurangi dengan kebutuhan dasar Rp 3,15 juta, sisanya tinggal Rp 790.972.
“Apa mungkin hidup di DKI dengan Rp 790.000 untuk beli pulsa, baju, jajan anak, biaya pendidikan, dan lain-lainnya?” katanya menambahkan.
Pembahasan
Kenaikan UMP ini akan dibahas dalam sidang Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta pekan ini. Besaran hasil sidang akan dibawa ke Gubernur DKI Jakarta. Rekomendasi itu akan menjadi acuan Gubernur DKI Jakarta dalam menetapkan UMP 2019 pada tanggal 1 November.
Bertepatan dengan itu, KSPI akan menggelar unjukrasa untuk menggugat kenaikan nilai UMP dari pemerintah. Unjukrasa yang rencananya diikuti sekitar 5.000 buruh Jabodetabek itu digelar di kantor Kementerian Tenaga Ketenagakerjaan.