Ubah Pola Pikir Masyarakat Pesisir untuk Tekan Kemiskinan
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya menekan tingkat kemiskinan, salah satunya melalui dorongan mengubah pola pikir masyarakat pesisir, terutama nelayan. Hal tersebut juga bagian guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Fungsional Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, Fertilia Budi, Selasa (23/10/2018), mengatakan, selama ini nelayan distigmakan kerap menghabiskan langsung uang hasil tangkapan. Karena itu, intervensi bukan lagi untuk bantuan modal untuk usaha, tetapi mengubah pola pikir (mindset).
"Penting untuk memberi pemahaman kepada nelayan akan pentingnya menyisihkan uang untuk pendidikan anak, dan lainnya," ujar Fertilia, di sela-sela Forum Komunikasi Daerah: Kerja Sama Multipihak dalam Pencapaian SDGs, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa.
Angka kemiskinan Jateng pada 2017 ialah 12,23 persen atau menurun 0,96 persen dari 2016. Namun, angka itu masih terbilang tinggi. Menurut Fertilia, titik-titik utama kemiskinan di Jateng terdapat di daerah perdesaan, khususnya pada petani dan nelayan. Akses pelayanan dasar perlu ditingkatkan.
Fertilia menambahkan, pemerintah bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, untuk lebih intens terjun langsung ke masyarakat. "Tentu pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Koordinasi dilakukan dengan rekan-rekan non-pemerintah, yang lebih intens ke lapangan," ujarnya.
Upaya menekan tingkat kemiskinan merupakan salah satu tujuan dalam SDGs, yakni pada Goal 1, yakni "Menghapus Kemiskinan". Adapun peraturan terkait SDGs tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Lektor Kepala Departemen Antropologi Universitas Diponegoro, Amirudin Ma\'aruf, menuturkan, perguruan tinggi memiliki peran antara lain edukasi, riset, dan pengabdian masyarakat dalam pelaksanaan SDGs. Peran itu secara ideal dilakukan perguruan tinggi mulai dari hulu hingga hilir.
Selain itu, dalam pelaksanaan SDGs, perlu adanya center of excellence pada setiap perguruan tinggi, untuk dikembangkan menjadi platform terkait arah riset, edukasi, maupun pengabdian masyarakat. "Di Undip misalnya, pada pengembangan wilayah pesisir," ujar Amirudin.
Konsultasi RAD
Kemarin, diskusi terkait upaya pencapaian SDGs dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bappenas, dan Kantor Staf Presiden di Semarang. Dalam kegiatan tersebut, juga dibuka sarana konsultasi penyusunan rencana aksi daerah (RAD) pelaksanaan SDGs.
SDGs merupakan dokumen yang memuat tujuan dan sasaran global, dari 2016 hingga 2030. Total, ada 17 goals atau tujuan yang diharapkan tercapai pada 2030, antara lain; menghapus kemiskinan, mengakhiri kelaparan, pendidikan bermutu, akses air dan sanitasi, serta menjaga ekosistem laut.
Direktur Politik Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Internasional, Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas, Wisnu Utomo, menuturkan, Indonesia telah berkomitmen di tingkat global dalam SDGs. Penyusunan indikator telah ditentukan melalui diskusi panjang di tingkat nasional.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan, menuturkan, hampir semua yang ada dalam SDGs merupakan tantangan global yang ada di tengah-terengah masyarakat. "Tantangan ini harus kita jawab. Dalam hal ini, SDGs sebagai komitmen dan panduan," katanya.