JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas harga saham-saham emiten konglomerasi Grup Lippo yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sepanjang tahun ini menurun. Selain faktor eksternal yang menekan kinerja pasar saham, kinerja grup Lippo kini terdampak kasus dugaan korupsi.
Terdapat 14 emiten Lippo, tersebar di sejumlah sektor, yakni properti, ritel, investasi, keuangan, rumah sakit, serta informasi dan telekomunikasi. Secara umum, harga saham emiten-emiten Grup Lippo memerah sepanjang tahun berjalan.
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan mengatakan, kinerja bisnis Grup Lippo sepanjang tahun ini tidak terlalu menonjol. Di sisi lain, kasus dugaan korupsi pengembangan permukiman yang menjerat PT Mahkota Sentosa Utama, salah satu perusahaan Grup Lippo, berdampak pada citra konglomerasi.
Kasus penyuapan dan korupsi, lanjut Alfred, berhubungan dengan good corporate governance yang merupakan nilai penting perusahaan terbuka. Dalam sebuah grup konglomerasi, persepsi negatif atas satu perusahaan akan merembet pada perusahaan-perusahaan lain.
Pada awal periode promosi, proyek Meikarta membuat saham-saham Grup Lippo melambung. Namun, dampak kasus dengan KPK berkontribusi pada penurunan lanjutan saham emiten-emiten Lippo. Masalah perizinan semakin membenamkan saham properti Grup Lippo.
”Perkembangan kasus korupsi tersebut masih akan berlanjut sehingga investor berhati-hati dengan saham-saham Grup Lippo sampai ada kepastian terkait besarnya kerugian atau dampak material dari kasus,” katanya.
Di sektor properti, terdapat dua emiten Grup Lippo yang sahamnya tergerus sepanjang tahun berjalan, yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) turun 43,44 persen dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) turun 58,60 persen. Adapun di sektor ritel, dua perusahaan bisnis Grup Lippo anjlok selama tahun berjalan, yakni PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun 43,75 persen dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) turun 63,50 persen.
Di sektor keuangan dan investasi, terdapat tiga perusahaan yang harga sahamnya tergerus, yakni PT Lippo General Insurance Tbk (LPGI) turun 27,10 persen, PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) turun 6,25 persen, dan PT Multipolar Tbk (MLPL) turun 56,99 persen.
Adapun di sektor informasi dan telekomunikasi PT Link Net Tbk (LINK) turun 19,45 persen. Sementara itu, bisnis rumah sakit Grup Lippo berada di bawah bendera PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) turun 74,83 persen.
Di antara tekanan faktor eksternal terhadap pasar modal, sejumlah saham emiten Grup Lippo masih ada yang menguat sepanjang tahun berjalan, di antaranya PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) naik 57,25 persen, PT Lippo Securities Tbk (LPPS) naik 11,76 persen, PT Star Pacific Tbk (LPLI) naik 1,54 persen, PT Multipolar Technologi Tbk (MLPT) naik 20,97 persen, dan PT First Media Tbk (KBLV) naik 6,54 persen.
Analis Semesta Indovest Sekuritas, Aditya Perdana Putra, memprediksi besarnya kapasitas proyek Meikarta terhadap kinerja keuangan PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Lippo Karawaci Tbk menghasilkan efek domino terhadap kinerja keuangan Lippo Grup.
”Lippo Karawaci sebagai holding mau tidak mau harus menyuntikkan dana besar lagi kalau nantinya ada masalah likuiditas anak usaha lainnya,” katanya.
Masalah yang menjerat Meikarta diharapkan tidak membuat proyek tersebut mangkrak karena proses audit atau pengkajian ulang perizinannya. Apabila kasus tersebut semakin merembet dan melibatkan lebih banyak petinggi Grup Lippo, nama baik perusahaan akan makin tercoreng.
”Hal itu akan menyulitkan konglomerasi untuk bisa menggalang dana melalui pasar modal di masa depan, baik lewat rights issue, IPO, maupun emisi obligasi,” ujar Aditya.