JAKARTA, KOMPAS — Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, menyusupkan nilai kekinian pada pergelaran kesenian yang diselenggarakan pada Minggu (21/10/2018). Cara itu dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman dan menarik kalangan generasi muda.
Pergelaran kesenian yang dilaksanakan secara reguler setiap Minggu sore itu menjadwalkan penampilan dari Sanggar Duta Cilik Bulan Purnama. Mereka mementaskan orkes Gambang Kromong dengan paduan teater Lenong yang berlangsung saling beriringan.
Sejumlah trik lelucon tampak dilakukan mereka untuk menarik pengunjung. Sebagian trik itu terdengar dari potongan percakapan dalam Lenong yang mengaitkan gaya hidup warga zaman sekarang, misalnya penggunaan ojek daring.
Selain itu, musik yang dimainkan orkes juga mengambil sebagian irama dari lagu-lagu populer dan familier dengan keseharian warga. Seperti pada potongan irama lagu populer yang berbunyi, ”bocah ngapa, ya...” turut menarik perhatian pengunjung.
Di sela-sela waktu rehat, penyanyi sekaligus pembawa acara tim Sanggar Duta Cilik Bulan Purnama, Addin Ikhwani, mengatakan, pendekatan dari cuplikan musik dan lelucon yang familier didengar warga saat ini dipandang sebagai cara paling tepat. Menurut dia, hal yang terpenting adalah pentas tersebut menyampaikan satu tema pesan tertentu.
”Ada nilai kekeluargaan yang disampaikan dengan cara humoris. Misalnya, perempuan bisa bergaya sangat ’laki-laki’ ketika mereka marah kepada laki-laki sungguhan,” kata Addin yang memiliki nama panggung Jelokop.
Dari penampilan itu, hal spontan seperti melompat ke kolam juga dilakukan untuk menarik minat pengunjung. Addin mengatakan, penonton kadang mengharapkan hal yang tidak terduga dapat terjadi di panggung.
Meskipun begitu, Addin menjelaskan, sejumlah pakem dari Gambang Kromong masih berusaha dijaga. Beberapa hal itu tampak dari lagu ”Khong Jiliong” yang selalu dimainkan sebagai pembuka pentas Gambang Kromong.
”Sejumlah pakem Gambang Kromong tetap berusaha dijaga. Seperti pada pentas ini, kami juga tidak boleh memainkan lagu dangdut ataupun pop, harus lagu dari Betawi,” ujar Addin.
Sejumlah upaya yang dilakukan Sanggar Duta Cilik Bulan Purnama itu direspons beragam oleh warga. Rombongan keluarga Purwoko (34) dari Depok, Jawa Barat, yang datang untuk rekreasi, awalnya tertarik menonton karena mendengar suara percakapan ramai melalui pengeras suara. Ia akui sejumlah humor yang dilontarkan cukup segar serta aksi penampil dari sanggar sangat mengejutkan.
Meskipun sarat akan lelucon, Anissa (17), anak Purwoko, merasa menangkap pesan inti dari pentas tersebut. Ia memetik nilai kepatuhan istri kepada suami dalam pentas tersebut.
Zakaria (40), warga asal Cikarang, menilai sedikit berbeda pentas tersebut. Ia lebih menangkap sisi lelucon yang sangat ditonjolkan dan sisi perempuan yang berbeda karena diperankan oleh tokoh lelaki.
Pegiat pergelaran dari UPK Perkampungan Budaya Betawi, Aat Sudrajat, berharap pendekatan semacam itu menjadi jembatan untuk mengenalkan kearifan lokal Betawi kepada generasi muda. Begitu pun dalam Gambang Kromong, ia mengatakan, harus tetap menyampaikan suatu makna tertentu.
Pentas pergelaran kesenian dari UPK Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dapat dikunjungi setiap akhir pekan. Mereka menawarkan berbagai pentas dari orkes Gambang Kromong, teater Lenong, serta berbagai budaya Betawi lainnya yang tampil dengan formasi panggung, didatangkan dari berbagai sanggar budaya Betawi. (ADITYA DIVERANTA)