Krishna Panolih & M. Puteri Rosalina/Litbang Kompas
·4 menit baca
Barang bekas mempunyai tempat tersendiri bagi sebagian warga Ibu Kota. Menggemari barang bekas bukan sekadar hobi, melainkan mayoritas barang secondhand ini masih bermutu bagus dan layak digunakan kembali. Hanya saja membeli barang bekas bukan tanpa risiko, salah satunya penipuan.
Dulu barang bekas identik dengan barang yang tidak bisa dipergunakan lagi dan biasanya sudah tidak bermutu bagus. Namun, akhir-akhir ini barang bekas ”naik pangkat” menjadi barang berkelas premium. Barang bekas akan semakin banyak diburu orang terlebih jika pernah dipergunakan seorang pesohor.
Mengapa terjadi transaksi jual beli barang bekas? Hasil jajak pendapat Kompas September lalu menyebutkan beberapa alasan. Hal itu di antaranya karena hobi, kualitas barang bekas masih bagus, dan keinginan memiliki barang bermerek.
Mayoritas responden (40 persen) berpendapat, barang bekas disukai karena masih bermutu baik dan bisa digunakan kembali. Mutu barang bekas yang masih baik tersebut terkait dengan hasil pengolahan data Carousell Indonesia (aplikasi jual beli online) di empat kota besar Indonesia 2017. Sebanyak 82 persen responden memiliki puluhan barang yang sudah tak terpakai di rumah. Jenisnya beragam. Paling banyak adalah mainan, mode, buku, dan perabot rumah tangga, selebihnya adalah gawai plus barang elektronik, olahraga dan hobi, serta dapur.
Tentu saja rata-rata barang tersebut masih bermutu bagus. Seperti buku yang setelah dibaca atau bahkan belum dibaca akan teronggok saja di lemari. Juga dengan pakaian yang biasanya tidak digunakan kembali karena sempit atau dianggap tidak mengikuti mode.
Alasan kedua, menurut seperempat lebih responden, harga barang yang semakin mahal. Barang elektronik, mobil, perabot rumah tangga, dan perlengkapan bayi harganya kian mahal sehingga membeli barang second menjadi pilihan. Kamera, laptop, printer, dan telepon pintar merupakan barang elektronik bekas yang sering dibeli.
Dikutip dari laman Tokopedia harga bekas kamera Canon EOS 50D menjadi Rp 6 juta. Bandingkan dengan harga aslinya yang mencapai Rp 9 juta-Rp 10 juta. Kemudian stroller (bayi) Maclaren Techno XLR sekitar Rp 4,5 juta bisa dibeli dengan harga Rp 1,5 jutaan
Selanjutnya, sebagian kecil responden (7 persen) menyebut soal keinginan mempunyai barang bermerek. Hal itulah yang sekarang terkenal dengan sebutan preloved. Barang preloved biasanya berupa pendukung mode, seperti baju dan aneka aksesori, seperti jam tangan, tas, dan ikat pinggang. Contohnya, jam tangan Emporio Armani dijual Rp 9,5 juta, padahal aslinya Rp 11 juta, atau tas Channel yang aslinya seharga Rp 30 jutaan bisa dijual seharga Rp 18 jutaan.
Preloved ini dipopulerkan selebritas yang berbelanja barang fashionsecondhand untuk menunjang penampilan mereka. Sebut saja nama Julia Roberts di kalangan selebritas Holywood. Kemudian diikuti oleh selebritas Indonesia, seperti Dewi Rezer melalui situs bebelian.com, thebrandbuffet.com yang dikelola oleh Bianca Lutfi dan Agitha Amanda, dan laman tinkerlust
Hobi juga menjadi salah satu jawaban bagi 7,3 persen responden untuk membeli barang bekas. Biasanya bagi pehobi, barang bekas yang dicari adalah barang-barang kuno yang mempunyai nilai plus vintage (tahun 1920-1960) atau yang diterbitkan dalam edisi terbatas.
Dulu, mencari barang bekas di Jakarta harus pergi ke pasar atau lokasi khusus, seperti pasar loak di Taman Puring, Pasar Kebayoran Lama, dan Pasar Senen. Sekarang dengan kemudahan teknologi informasi, transaksi jual beli barang bekas bisa dilakukan lewat internet hanya melalui telepon pintar.
Meski demikian masih ada 22,7 persen pelaku jual beli barang sekon yang membeli atau menjual langsung ke pasar loak. Adapun bagian terbesar 75,5 persen sudah memanfaatkan laman daring, di antaranya yang populer Carousell, Prelo, BelanjaBekas, OLX, Tokopedia, Kaskus, Bukalapak, dan Jualo.
Khawatir
Namanya saja barang bekas pakai tentu ada pertimbangan tertentu dalam berbelanja barang. Bagi sebagian orang membeli barang bekas dinilai penuh risiko. Hal tersebut terbukti hanya seperempat responden yang berminat untuk mencari informasi mengenai penjualan barang bekas.
Bagi yang tidak ingin mencari informasi, sekitar 53 persen jelas tidak tertarik untuk mencari informasi bahkan untuk bertransaksi. Faktor kekhawatiran penipuan saat membeli barang bekas menjadi salah satu alasannya, seperti yang diungkapkan sekitar 60 persen responden.
Transaksi langsung barang bekas di pasar loak atau tempat khusus seperti di toko atau garage sale memiliki risiko kecil untuk tertipu. Namun, melalui transaksi daring, di mana pembeli tidak bisa melihat langsung barang bekas yang ditawarkan mempunyai risiko tinggi mendapatkan barang bekas yang berkualitas jelek.
Meski demikian, tak ada salahnya mencari barang bekas berkualitas tinggi, seperti jenis barang preloved. Kita bisa tampil bergaya dan fashionable dengan barang-barang bekas bermerek berharga ”miring”. Ayo berburu barang bekas.