Ratusan Burung Pemangsa Migran Melintas di Langit Puncak
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Ratusan burung pemangsa migran terpantau melintasi kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/10/2018). Burung tersebut berasal dari belahan bumi utara dan diperkirakan bermigrasi ke Indonesia, seperti Nusa Tenggara atau wilayah lain di khatulistiwa.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan organisasi Burung Indonesia dari pukul 06.30 hingga 12.00 di Paragliding Bukit Gantole, tercatat 239 individu burung pemangsa migran. Kegiatan pengamatan burung diikuti sekitar 30 pengamat atau pehobi burung.
Ada tiga spesies yang banyak terpantau, yaitu elang-alap cina (Accipiter soloensis) sekitar 204 individu, sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) 17 individu, dan elang-alap nipon (Accipiter gularis) 4 individu. Sisanya adalah jenis lain.
Spesialis Konservasi Keanekaragaman Hayati Burung Indonesia, Ferry Hasudungan, mengatakan, jumlah tersebut belum mencerminkan keseluruhan burung pemangsa migran yang melintasi Puncak. Selain karena waktu pengamatan hanya lima setengah jam, cuaca berkabut dan berawan juga memungkinkan ada burung yang luput dari pengamatan.
Ratusan burung tersebut melintas silih berganti. Ada yang terbang sendirian, ada pula yang bergerombol. Sebelum meninggalkan langit Puncak, burung-burut itu terbang melingkar-lingkar mencari angin supaya bisa melayang.
Setiap ada burung pemangsa yang melintas, pengamat langsung membidikkan kamera. Sementara beberapa pengamat menyaksikan melalui binokular. Burung dihitung, diklasifikasikan, dan kemudian dicatat.
Menurut Ferry, burung migran dari kawasan China, Jepang, dan Siberia ini melintasi Puncak melalui Sumatera via Jalur Terbang Daratan Asia Timur (East Asia Continental Flyway) yang terbentang dari Siberia ke Asia Tenggara.
Burung tersebut mulai melintasi kawasan Indonesia sekitar September. Di kawasan Puncak, migrasi dalam jumlah besar diperkirakan terjadi pada Oktober ini dan berakhir November.
”Sebagian ada yang menetap di Indonesia, ada pula yang sekadar transit,” katanya. Memasuki Maret, burung-burung ini akan kembali ke daerah asalnya.
Ferry melanjutkan, selain untuk menghindari suhu dingin di daerah asal ketika musim dingin datang, burung tersebut bermigrasi untuk mencari makanan agar bisa bertahan hidup. Cadangan makanan akan berkurang selama musim dingin.
Konservasi
Sidiq Pambudi (29), peserta pengamatan migrasi burung pemangsa, mengatakan, dirinya mengikuti kegiatan ini karena hobi. Dia mulai ikut mengamati migrasi burung sejak 2011 ketika memasuki semester akhir kuliah.
”Latar belakang pendidikan saya biologi dan mendalami tentang ekologi. Menyaksikan langsung kehidupan satwa di habitanya membuat saya lebih paham dan peduli,” ujar Sidiq.
Ferry menambahkan, pengamatan migrasi burung pemangsa di Puncak tidak semata untuk menikmati fenomena alam. Kegiatan ini juga ditujukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait kehidupan satwa tersebut.
Burung pemangsa migran ini melintasi Indonesia melalui dataran tinggi yang tutupan lahannya masih bagus. Selama perjalanan, mereka beristirahat di pepohonan dan mencari makan di sekitar lokasi. Jika hutan di jalur yang dilewati rusak, perjalan mereka bisa terancam, baik karena ketiadaan makanan dan tempat bertengger maupun karena perburuan.
”Harapannya, masyarakat bisa mengerti alasan burung tersebut bermigrasi sehingga bisa lebih peduli. Masyarakat akan berpikir dua kali menebang pohon (di hutan) ataupun memburunya,” ujar Ferry. (YOLA SASTRA)