LAMONGAN, KOMPAS — Nelayan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, mengeluhkan sertifikasi kapal ikan. Selain syaratnya ribet, nelayan juga kesulitan mengakses petugas pemberi layanan. Mereka meyakini, persoalan ini juga dialami nelayan lain di Indonesia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui, kesulitan ini terjadi karena persoalan kewenangan pemberi layanan. Sebelumnya pengurusan sertifikasi berada di bawah kewenangan daerah, kini kewenangan itu ada di pemerintah pusat.
”Mereka bingung, ke mana mengurusnya. Ini perlu ada kepastian layanan agar mereka segera dapat dokumen sertifikasi,” kata Budi Karya seusai bertemu dengan nelayan Paciran, di Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (20/10/2018).
Sertifikat kapal ikan, kata Budi Karya, merupakan dokumen penting sebagai dasar pendataan aset nelayan. Sertifikat ini juga menyangkut kelaikan kapal yang dipakai nelayan sehingga aman ketika mencari ikan.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan ingin melibatkan pemerintah daerah untuk membantu mempermudah penerbitan sertifikat tersebut. Tanpa keterlibatan mereka, nelayan akan kesulitan menyelesaikan pengukuran perahu.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengurusan sertifikat kapal ikan berukuran 7 gros ton (GT) ke bawah mesti mendapat sertifikasi kelaikan kapal dari Kementerian Perhubungan. Landasan hukum ini memicu persoalan sulitnya layanan yang diberikan pusat ke bawah, sementara nelayan kesulitan meluangkan waktu dan energi untuk mengurus sertifikasi kapal.
Di Paciran, Kementerian Perhubungan menurunkan timnya untuk membantu mempercepat sertifikasi kapal. Pada November mendatang, lanjut Budi karya, dirinya akan ke Lamongan lagi untuk mengecek perahu nelayan.
”Tolong dibantu agar melaut lebih tenang dan aman. Tolong Pemprov Jatim dan Pemkab Lamongan membantu pengurusan pengukuran perahu nelayan. Jika prasarana nelayan baik, produktivitas nelayan dapat meningkat,” ucap Budi Karya di hadapan nelayan.
Sementara itu, sejumlah nelayan menyampaikan keluhannya langsung kepada Budi Karya. Sukri (55) dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Lamongan mengatakan, kesulitan mengurus sertifikasi kapal terjadi karena pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan menerbitkan dokumen tersebut.
Dari 13.000 anggota HNSI Kabupaten Lamongan, baru 500 kapal yang memiliki surat sertifikasi. ”Saya yakin, persoalan ini juga dialami nelayan lain di Indonesia,” kata Sukri.
Sukri meminta agar kewenangan sertifikasi kapal nelayan kembali dipegang oleh pemerintah daerah. Sebab, nelayan di semua daerah di Indonesia lebih dekat berhubungan dengan pemerintah daerah. Nelayan di daerah kesulitan untuk mencari petugas pemberi layanan sertifikasi kapal.
”Bukan soal biayanya, tetapi lebih pada syarat-syaratnya yang banyak dan susah mencari petugas pemberi layanan,” lanjut Sukri.
I Gede Pasek Suardika, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Perhubungan, mengakui ada celah hukum pada persoalan ini. Menurut dia, harus segera ada penyelesaian. Salah satu caranya adalah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Dengan menerbitkan payung hukum ini, ketentuan yang menyulitkan dapat dicari solusinya.