JAKARTA, KOMPAS – Pemanfaatan hasil riset terkait energi nuklir di Indonesia masih terkendala. Padahal, sumber daya manusia dan inovasi yang dihasilkan sudah siap dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan masyarakat. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait energi nuklir dinilai menjadi kendala terbesar.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto di Jakarta, Rabu (17/10/2018), mengatakan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah membumikan energi nuklir kepada masyarakat. Sebagian besar masyarakat masih memahami nuklir sebatas pada senjata atau pun peperangan.
“Melalui teknologi, energi nuklir saat ini sudah dikembangkan dan dimanfaatkan di berbagai sektor, mulai dari pertanian, lingkungan, dan medis. Untuk itu, perlu promosi yang lebih masif agar energi nuklir bisa lebih diterima oleh masyarakat,” tuturnya.
Hasil penelitian yang sudah dikembangkan oleh Batan di bidang pertanian, antara lain benih varietas tanaman pangan yang diklaim lebih adaptif dan tahan terhadap hama penyakit tanaman serta kitosan iradiasi yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan mengobati penyakit pada tanaman.
Hasil penelitian lainnya, pangan radiasi siap saji yang tahan hingga 18 bulan tanpa pengawet, pengolahan limbah radioaktif, serta radiofarmaka senyawa bertanda 153Sm-EDTMP yang digunakan untuk terapi paliatif pada penderita kanker.
Djarot mengatakan, anggaran untuk promosi hasil riset masih sangat terbatas. Saat ini, hanya sekitar Rp 7 miliar atau sekitar 0,8 persen dari total anggaran yang dimiliki Batan. Untuk itu, upaya persuasif dalam mengenalkan produk dan layanan Batan kepada masyarakat harus ditingkatkan.
Egosektoral
Selain promosi dan pemahaman masyarakat yang minim, Djarot menambahkan, masih adanya egosektoral di lembaga dan kementerian menambah hilirisasi riset terkendala. Kolaborasi dan koordinasi antarlembaga dan kementerian dalam pemanfaatan energi nuklir masih lemah.
“Solusinya, kami bekerja sama dengan salah satu BUMN, yaitu PT Sang Hyang Seri untuk hilirisasi hasil riset kami, yaitu varietas padi Batan. Kami harap ke depan semakin banyak kerja sama yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Data capaian dan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Batan, perolehan yang diterima belum memenuhi target. Pada tahun 2015, realisasi penerimaan sebesar Rp 22,1 miliyar dari target 26,6 miliyar. Pada 2016, realisasi penerimaan Rp 23,7 milyar dari target Rp 26, 1 miliyar. Capaian ini menurun pada tahun 2017 menjadi Rp 20,8 miliyar dari target Rp 25,2 miliyar.
Penurunan ini salah satunya disebabkan karena menurunnya layanan limbah dari fasilitas internal Batan. Kebijakan terbaru mengatur adanya tarif 0 persen untuk layanan limbah di lingkungan Batan.
Sumber daya manusia
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Batan Sudi Ariyanto mengatakan, sumber daya manusia yang dimiliki saat ini siap untuk mengembangkan industri nuklir di Indonesia. Di Pusdiklat Batam, setiap tahun ada sekitar 500 tenaga ahli nuklir yang dihasilkan. Jumlah ini belum termasuk lulusan dari Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) Batan yang meluluskan sekitar 100 wisudawan per tahun.
“Sumber daya manusia yang dihasilkan tentu berkualitas dan berkompeten. Peningkatan kualitas layanan pendidikan juga terus dilakukan. Kami sekarang berupaya dengan mengembangkan metode Learning Innovation on Nuclear (Lion) sehingga pendidikan yang diberikan bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini,” kata Sudi.