Tiga Kepentingan Jadi Acuan Pemanfaatan Pulau Reklamasi
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pulau C dan D reklamasi di Teluk Jakarta, Senin (15/10/2018). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencabut izin prinsip 12 pulau reklamasi yang belum terbangun di Teluk Jakarta dan menata ulang 4 pulau terbangun yaitu C, D, G, dan N.
Tiga kepentingan disebutkan menjadi dasar kebijakan pemanfaatan pulau-pulau reklamasi yang sudah ada. Tiga kepentingan itu adalah kepentingan umum, kepentingan warga terdampak, dan kepentingan lingkungan hidup.
Keempat pulau sudah terbentuk di Teluk Jakarta dari proses reklamasi. Keempatnya adalah Pulau C, D, G dan N.
Adapun sejak 7 Juni lalu, seluruh bangunan yang berjumlah 932 di Pulau D, disegel. Penyegelan didasarkan atas pelanggaran karena pembangunan belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).
Ketua Bidang Pengelolaan Pesisir Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Marco Kusumawijaya mengatakan, secara definitif, pemanfaatan empat pulau dan bangunan di atasnya masih menanti kajian pengawasan dampak reklamasi di Pesisir Jakarta.
Kajian ini sedang berjalan di bawah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sekitar sepekan terakhir. Setelah kajian dihasilkan, timnya akan menerapkannya dalam tiga kepentingan yang menjadi dasar kebijakan pengelolaan kawasan pesisir Jakarta.
"Tiga kepentingan ini adalah kepentingan umum, kepentingan warga terdampak dan kepentingan lingkungan hidup," kata Marco saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Menurut Marco, kajian ini akan memberi kisi-kisi ilmiah apa yang boleh dan yang tidak. Kajian ini nanti menentukan pengelolaan seluruh Teluk Jakarta, dengan 4 pulau itu sebagai bagiannya.
Nantinya, pemanfaatannya akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Pantura Jakarta yang saat ini sedang dalam pembahasan.
Marco mengatakan, saat ini pihaknya berusaha mengejar waktu agar kajian dampak tersebut diharap selesai sebelum Desember 2018. Sehingga Raperda RZWP3K dan RTRW Pantura Jakarta dapat diajukan ke DPRD DKI Jakarta sebelum Pemilu Legislatif, April 2019.
"Ada pemikiran, alangkah baiknya dua raperda ini dijadikan satu sehingga rakyat juga menjadi jelas bahwa darat dan laut itu satu kesatuan dan beberapa ahli berpendapat memang daerah yang menyatukan," katanya.
Menurut Marco, kebijakan mencabut kebijakan reklamasi di Jakarta akan tuntas dengan tuntasnya dua Perda. Tuntas yang dimaksud adalah tuntas hingga instrumen hukumnya.
Namun, proses pencabutan secara tuntas membutuhkan banyak instrumen karena pada pelaksanaan sebelumnya banyak instrumen yang dilanggar.
"Makanya yang bisa distop dulu, distop dulu, yaitu pencabutan izin reklamasi 13 pulau. Meskipun beberapa izinnya sudah habis, harus dinyatakan secara aktif bahwa sudah tak dilanjutkan lagi," katanya.
Dari sisi kepastian usaha, ia menyatakan bahwa pesan dari pencabutan reklamasi itu adalah kepastian hukum paling aman adalah bila tak melanggar hukum.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lansekap Pulau C dan D di Teluk Jakarta, dipotret dari udara, Minggu (15/1/2017).
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang salah satunya membawahi reklamasi, Iman Satria, mengatakan, dengan RPJMD 2019-2024, reklamasi tak akan berlanjut dalam pemerintahan Anies. Penghentian reklamasi ini semakin kuat saat sudah dikukuhkan dalam Perda RZWP3K dan RTRW Pantura Jakarta.
Namun, kata Iman, dua aturan itu tak cukup menghentikan reklamasi Jakarta secara permanen. Sebab meskipun sudah dalam bentuk Perda, RPJMD maupun RTRW bisa berubah saat gubernur berganti.
Untuk membuatnya permanen, kata Iman, dibutuhkan satu Perda lagi khusus penghentian reklamasi di Jakarta.
Empat pemikiran
Marco mengatakan, saat ini justru waktunya masyarakat mengajukan usulan pemanfaatan pulau-pulau reklamasi. Namun, ini harus sesuai dengan tiga mandat politik, yaitu kepentingan publik, kepentingan warga terdampak, dan kepentingan lingkungan hidup.
Sementara, empat pemikiran yang tercetus untuk pemanfaatan pulau C, D, G dan N yaitu hunian nelayan, pantai publik, ruang terbuka hijau, dan fasilitas publik serta pemerintah.
"Ini baru pemikiran, namun untuk kepastiannya menunggu Perda dulu," kata Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Yusmada Faizal.
Menurut Yusmada, saat ini kepemilikan gedung-gedung yang sudah ada tersebut masih berada pada pihak pengembang. Namun pemanfaatannya menanti Perda.