Olena Lyskonog (14), duduk dengan wajah tertelungkup di atas meja dan kedua tangan melindungi kepalanya. Ia tidak sendirian. Puluhan anak, teman-teman sekolahnya di Sekolah Nomor Delapan di Desa Sartana, Ukraina Timur, itu sedang mempraktikkan strategi perlindungan yang harus dilakukan jika sekolah mereka tiba-tiba mendapat serangan.
Antisipasi serangan itu rutin dilakukan mengingat posisi sekolahnya yang hanya berjarak 10 kilometer dari titik pusat perang Ukraina. Perang itu telah menewaskan lebih dari 10.000 orang sejak meletus pada tahun 2014 atau setelah Rusia mencaplok Crimea.
Ribuan siswa sekolah di Ukraina, terutama yang tinggal dekat lokasi perang, sudah dibiasakan untuk mengikuti latihan antisipasi dan perlindungan saat perang terkaji. Latihan diberikan di dalam ruang aman anti bom. Bahkan pelatihan untuk melindungi diri dari perang itu sudah masuk dalam kurikulum pendidikan Ukraina.
Materi ajar
Salah satu materi yang rutin diajarkan adalah penanganan ranjau darat yang tersebar di banyak tempat. “Kalau melihat ranjau, jangan dipegang dan jangan mendekat. Langsung hubungi pemadam kebakaran,” begitu salah satu tulisan peringatan yang dipasang di sekolah.
“Suara bel yang dibunyikan sebagai tanda bahaya ada tiga macam. Tiga kali bunyi bel untuk memberitahu ada serangan. Satu kali bunyi bel yang panjang untuk memberitahu ada pengeboman. Kami sering latihan seperti itu supaya tidak panik kalau kota ini benar-benar akan dibom. Kami sering dengar suara-suara tembakan roket seharian,” kata Lyskonog.
Setiap kali bel dibunyikan, para siswa langsung berdiri dan berjalan tenang ke ruang perlindungan di bawah tanah dengan mengikuti arah tanpa panah berwarna biru. Latihan rutin dilakukan setiap satu kali sebulan dan setiap kelas masing-masing sudah disediakan satu ruang bawah tanah yang sudah dilengkapi dengan segala macam barang kebutuhan darurat. Ini semua untuk mengantisipasi jika konflik atau perang terus berlanjut atau semakin parah.
Namun intensitas perang Ukraina mulai sedikit berkurang berkat kesepakatan gencatan senjata. Ukraina dan negara-negara sekutunya di barat menuduh Rusia memasok pasukan dan persenjataan melewati perbatasan. Namun Rusia menampik tuduhan itu padahal bukti-bukti keterlibatan Rusia dalam peperangan itu disebutkan sangat kuat.
Meski sudah ada gencatan senjata, tetap saja masih terjadi pertikaian. Tembakan-tembakan roket masih menjadi ancaman mengerikan bagi warga terutama di kota-kota seperti Sartana yang dekat dengan wilayah yang dikendalikan kelompok separatis.
Kota Donetsk, misalnya, sudah berkali-kali menjadi sasaran bom. Banyak kota kecil yang untuk sementara ini aman dari pengeboman setelah ada kesepakatan gencatan senjata itu. Meski begitu, kehidupan masyarakat masih belum berjalan normal. Bagi Kepala Sekolah Nomor Delapan di Sartana, Lyudmyla Korona, yang penting ruangan perlindungan bawah tanah di sekolahnya sudah aman bagi masyarakat terutama anak-anak.
Berdasarkan data UNICEF, akibat konflik selama empat tahun sekitar 750 sekolah di Ukraina Timur rusak atau hancur. Padahal sedikitnya 200.000 anak yang tinggal di daerah-daerah konflik masih harus bersekolah. Selain Sartana, daerah lain yang rawan terkena dampak perang karena berada persis di garis depan adalah Krasnogorivka yang berjarak 100 kilometer dari Sartana.
Dua pertiga jumlah penduduknya sudah pindah dari kota itu dan tiga dari lima sekolah yang ada sudah tutup. Seperti Sekolah Nomor Dua yang hancur akibat serangan tiga rudal, Mei 2017, dan kini bangunan tiga lantai yang dibangun pada 1930-an itu kosong.
Meski belum terjamah serangan rudal atau bom, suara-suara pertempuran masih terdengar hampir setiap malam. “Kehidupan mau tak mau tetap harus berjalan,” kata guru Olena Mykhatko. (AFP)