Penerbangan Langsung Singapura-New York Perlancar Hubungan Bisnis ASEAN-Amerika
Oleh
Ilham Khoiri
·3 menit baca
SINGAPURA, KOMPAS — Penerbangan langsung maskapai Singapore Airlines antara Singapura dan New York menawarkan rute perjalanan yang lebih cepat di antara negara-negara Asia Tenggara dan Amerika Serikat. Jalur ini diharapkan dapat menyokong pengembangan bisnis di antara dua kawasan tersebut.
Harapan itu disampaikan sejumlah pengusaha yang turut terbang dalam perjalanan perdana Singapore Airlines dari Singapura ke New York, Kamis (11/10/2018) dan sebaliknya, New York-Singapura (15/10/2018). Kerja sama bisnis di antara negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dengan Amerika Serikat telah terjalin lama. Pembukaan rute langsung tersebut bakal memudahkan pengusaha untuk bepergian di antara dua kawasan itu.
”Penerbangan Singapura-New York memperlancar perjalanan kami dari Indonesia ke Amerika. Waktu juga lebih hemat. Jika penerbangan dengan transit makan waktu sampai 23 jam, rute langsung bisa meringkasnya menjadi 17 jam. Jadi bisa lebih hemat 6 jam,” kata Budi Mulyanto, seorang pengusaha asal Jakarta, yang turut dalam penerbangan perdana Singapore Airline antara Singapura dan New York, saat ditemui di New York, Sabtu (13/10/2018) malam waktu setempat.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Singapore Airlines meluncurkan penerbangan komersial dengan rute terpanjang di dunia antara Singapura dan New York, Amerika Serikat. Penerbangan menggunakan pesawat Airbus A350-900 ultra long range terbaru selama sekitar 17 jam dengan jarak tempuh 16.700 kilometer. Penerbangan terbaru itu diluncurkan di Bandara Internasional Changi, Singapura, Kamis (11/10/2018) malam waktu setempat.
Dalam penerbangan balik, pesawat bertolak dari Newark Liberty International Airport, New York, Minggu (14/10/2018), sekitar pukul 11.00 waktu setempat. Pesawat mendarat di bandara Singapura pada Senin pukul 16.30 sore waktu setempat. Perjalanan melalui rute di atas Swedia, India, Thailand.
Pengusaha asal New York, Amerika Serikat, Ted Toth, bersemangat menyambut rute langsung tersebut. ”Rute langsung ini membuka banyak jaringan perjalanan. Itu jadi akses kunci untuk pengembangan bisnis di antara dua negara tersebut. Bisnis akan lebih produktif, lebih efisien,” katanya saat ditemui dalam perjalanan perdana Singapura-New York.
Ted Toth tinggal di Singapura dan rutin pulang ke New York. Bagi dia, rute ini merupakan jalan pintas yang sangat membantu. Dulu dia kerap bepergian dari Singapura, transit di Frankfurt, Jerman, baru kemudian melaju menuju New York. Kini, dia bisa terbang langsung ke kota perdagangan di Amerika Serikat itu.
Pengusaha lain asal Jakarta, Herman Hartono, mengungkapkan, rute Singapura-New York cukup populer bagi sejumlah pengusaha di Indonesia. Kedatangan pesawat di New York pada pagi hari, sekitar pukul 06.00 waktu setempat, juga strategis karena memberikan kesempatan lebih leluasa bagi penumpang untuk langsung berkegiatan di kota tersebut. Pagi juga lebih nyaman buat penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke negara bagian lain di Amerika.
”Hubungan bisnis Indonesia-New York selama ini lebih banyak terkait finansial, perbankan. Pastinya, rute baru akan memperlancar bisnis itu,” katanya.
Secara terpisah, Senior Vice President Sales and Marketing Singapore Airlines Campbell Wilson mengaku optimistis, situasi ekonomi dan harga bahan bakar yang baik sekarang ini akan membuat rute Singapure-New York bakal berkembang. Asia Tenggara, terutama seperti Singapura, Indonesia, Thailand, dan Filipina, merupakan wilayah yang potensial untuk menjadi pasar tradisional dari Singapore Airlines. ”Para pengusaha dari kawasan ini banyak melakukan perjalanan ke Amerika,” katanya saat ditemui di dalam penerbangan Singapura-New York, Jumat (12/10/2018).
Singapore Airlines pernah menjalankan rute Singapura-New York dari 2004 sampai 2013. Namun, rute itu dihentikan karena harga bahan bakar yang tinggi kala itu. Saat harga bahan bakar terjangkau seperti sekarang, rute yang sama dihidupkan kembali dengan pesawat baru. Dulu, pesawat menggunakan empat mesin penggerak sehingga memakan lebih banyak bahan bakar. Sekarang, Airbus A350 mengandalkan dua mesin sehingga lebih hemat.