Pembangunan Kota di Asia Selatan dan Afrika Pengaruhi Perubahan Iklim
Oleh
Retno Bintarti
·3 menit baca
Pertumbuhan pesat kota-kota di Asia Selatan dan Afrika menentukan keberhasilan upaya untuk menahan naiknya suhu global di angka 1,5 derajat celsius. Kota-kota itu memiliki keterbatasan pada aspek pengetahuan dan sumber daya keuangan.
Demikian laporan para ilmuwan di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana dipublikasikan kantor berita Reuters, Jumat (12/10/2018). Laporan dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) itu menegaskan sejumlah cara untuk menahan naiknya suhu global di angka 1,5 derajat celsius di atas temperatur zaman pra-industri. Panel mengingatkan pula konsekuensi jika upaya untuk mencapai tujuan tidak ditingkatkan.
Populasi tempat kumuh dunia diperkirakan telah meningkat tiga kali menjadi tiga miliar pada 2050. Di antara sejumlah masalah yang perlu mendapat perhatian serius adalah kemiskinan, pemerintahan yang lemah, dan tingkat investasi yang rendah oleh pemerintah daerah.
”Kita tahu banyak pertumbuhan urban yang terjadi di kota-kota kecil dan menengah di belahan selatan dunia,” kata William Solecki, penulis laporan ilmiah iklim dan profesor pada Hunter College City, University of New York. Sayangnya, menurut dia, secara historis kota-kota tersebut mempunyai kemampuan terbatas dalam hal pemerintahan dan keuangan.
Kita tahu banyak pertumbuhan urban yang terjadi di kota-kota kecil dan menengah di belahan selatan dunia.
Di seluruh dunia, kota-kota mengonsumsi lebih dari dua pertiga energi dan bertanggung jawab atas tiga perempat emisi karbon dioksida.
Namun, banyak kota di negara yang lebih miskin menghadapi tantangan serius, meliputi tingginya dan pesatnya jumlah penduduk di kawasan kumuh yang kekuarangan layanan dasar. Pada saat yang sama, di kota-kota itu ada masalah berupa meningkatnya risiko bencana iklim.
”Laporan itu menggarisbawahi bahwa perubahan iklim akan berdampak paling besar di wilayah paling paling rentan bahwa kemampuan merespons akan sangat terbatas di tempat-tempat tersebut dan di antara masyarakat ini,” kata Solecki.
Direktur Eksekutif Kota-kota C40 Mark Watts mengatakan, grupnya membiayai penasihat untuk kota-kota di Afrika guna membantu merencanakan keberhasilan tercapainya pambatasan kenaikan suhu 1,5 derajat celsius.
Dia mendesak kota-kota untuk menghentikan investasi infrastruktur, termasuk infrastruktur jalan raya, yang akan meningkatkan emisi karbon pada masa depan. Sebaliknya, mereka harus mengalokasikan sumber daya yang langka ke dalam transportasi bersih, gedung-gedung tanpa karbon, serta melatih orang agar menghadirkan infrastruktur hijau.
Laporan itu menggarisbawahi bahwa perubahan iklim akan berdampak paling besar di wilayah paling paling rentan.
Tujuh kota yang tergabung dalam keanggotaan C40, yakni New York, Barcelona, Kopenhagen, London, Oslo, Paris, dan Stockholm, telah memublikasikan desain strategi perubahan iklim untuk melaksanakan tujuan 1,5 derajat celsius. Berikutnya 65 kota juga berkomitmen melakukan hal yang sama.
Namun, menurut Watts, kebanyakan kota masih mengembangkan cara yang tidak berkesinambungan yang dapat menambah emisi karbon. Laporan 1,5 C menegaskan apa yang harus dilakukan kota-kota agar menjadi hijau dan bertahan dan urgensi untuk mengikuti alur. ”Kota-kota yang tak berubah tidak layak untuk beberapa dekade ke depan,” ungkap Watts mengingatkan. (REUTERS)