SORONG, KOMPAS – Kekebalan masyarakat Indonesia dari ancaman penularan penyakit campak dan rubela belum bisa terwujud. Program kampanye imunisasi campak-rubela yang digaungkan pemerintah, khususnya di luar Pulau Jawa, belum menunjukkan hasil signifikan. Meski program ini akan berakhir dalam dua pekan mendatang, pemerintah masih berupaya secara persuasif mendekati daerah-daerah yang cakupannya masih sangat rendah.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menyatakan, mulai 17 Oktober mendatang pemerintah bersama dengan organisasi masyarakat bersama-sama akan mendatangi sejumlah daerah yang cakupan imunisasinya masih rendah.
“Kami telah identifikasi 11 kabupaten/ kota yang jumlah sasarannya besar tetapi cakupannya rendah. Daerah ini yang akan didatangi secara langsung,” katanya di sela-sela acara peringatan puncak bulan eliminasi kaki gajah di Kabupaten Sorong, Papua Barat, Senin (15/10/2018).
Adapun 11 kabupaten/ kota tersebut adalah Kota Pekanbaru, Riau; Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan; Kota Medan; Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Daerah lain yang juga akan dikunjungi adalah Kota Batam, Riau; Kabupaten Kampar, Riau; Kota Makasar, Sulawesi Selatan; Kota Banda Aceh, Aceh; Kota Padang, Sumatera Barat; dan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Tim khusus
Anung menuturkan, pemerintah telah membuat tim khusus untuk menjalankan upaya persuasif tersebut. Tim ini terdiri dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, serta Majelis Ulama Indonesia. Sebagian besar daerah yang cakupannya rendah dipengaruhi karena kontroversi sertifikasi halal pada vaksin.
“Harapannya ada respon positif karena persoalan ini bukan sekadar capaian target imunisasi saja tetapi keberhasilan penyelenggaraan pemerintah di daerah. Program imunisasi MR (Measles-rubella/campak-rubela) merupakan program nasional yang wajib diselenggarakan di daerah,” tuturnya.
Namun, Anung menambahkan, upaya persuasif ini belum bisa secara efektif mengejar ketertinggalan target cakupan imunisasi nasional. Hingga Oktober 2018 ini, capaian imunisasi yang didapatkan diprediksi hanya mencapai 75 persen. Sementara, target untuk mencapai kekebalan komunitas harus mencapai 95 persen. Hal ini berarti pemutusan rantai penularan campak-rubela di Indonesia belum bisa diwujudkan.
Ia mengatakan, konsekuensi yang harus dilakukan saat ini adalah memperkuat pelayanan rutin dan surveilans berjalan dengan baik. Meskipun tidak mudah dilakukan, upaya ini menjadi salah satu cara untuk mengatasi belum tercapainya kekebalan komunitas terhadap penularan campak dan rubela. “Jadi, ketika menemukan ada gejala campak seperti bintik-bintik merah harus langsung diperiksa,” ucap Anung.
Komitmen daerah
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek menyatakan, komitmen kepala daerah dengan didukung kerja keras lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program imunisasi MR di daerah. Hal ini terbukti di 51 kabupaten/ kota yang memiliki cakupan imunisasi MR lebih dari 95 persen dari sasaran wilayahnya.
“Kepala daerah harusnya punya komitmen untuk menyelamatkan masyarakat di daerahnya dari ancaman penyakit, termasuk campak dan rubela. Melihat kasus di Asmat beberapa waktu lalu, campak menjadi salah satu penyebab kematian anak-anak yang terkena gizi buruk di sana. Kita harus tuntaskan masalah ini,” katanya.
Dari 28 provinsi di luar Pulau Jawa yang menyelanggarakan program imunisasi MR, baru Papua Barat yang berhasil mencapai target 95 persen. Cakupan imunisasi MR di Papua Barat mencapai 98 persen.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyatakan, pihaknya selalu berupaya menjangkau seluruh wilayah di Papua Barat agar mendapatkan imunisasi MR. Kondisi geografis yang sulit bukan menjadi alasan tidak memberikan imunisasi ke masyarat. “Seluruh sektor bekerja bersama. Kita harus perkuat sistem kekebalan di Papua Barat,” ujarnya.