JAKARTA, KOMPAS — Penindakan pelanggaran lalu lintas di Jalan Sudirman-Thamrin melalui sistem tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (e-TLE) akan diberlakukan mulai 1 November 2018. Sosialisasi aktif diberikan kepada masyarakat sebagai salah satu upaya preventif.
Sistem tilang elektronik telah melalui proses uji coba selama sekitar 15 hari terhitung sejak 1 Oktober 2018 di Jalan Sudirman-Thamrin. Dengan bantuan sinar-X, kamera pemantau (CCTV) mampu merekam pelanggaran lalu lintas di wilayah itu selama 24 jam (Kompas, 2/10/2018).
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusuf mengatakan, penindakan pelanggaran melalui sistem tilang elektronik atau e-TLE akan dimulai pada awal bulan depan. ”Kami melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa mengetahui proses penindakan ini mulai 1 November 2018,” ujarnya saat memberikan sosialisasi kepada pengendara di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2018).
Sosialisasi oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya diberikan kepada masyarakat melalui pembagian brosur dan pembentangan spanduk imbauan mulai sekitar pukul 07.00 hingga 08.30. Menurut Yusuf, sosialisasi sebelumnya telah diberikan melalui berbagai media dan laman resmi Polda Metro Jaya. Kali ini, sosialisasi diberikan secara langsung kepada pengendara di Simpang Sarinah dan Simpang Patung Kuda.
”Sosialisasi yang telah kami laksanakan dari mulai 1 Oktober 2018 kemarin melalui media dan sebagainya. Sekarang kami laksanakan sosialisasi langsung kepada pengguna jalan yang ada di simpang ini,” kata Yusuf.
Yusuf mengatakan, setidaknya 1.000 brosur siap dibagikan selama satu minggu ke depan. Selain itu, kepolisian juga akan memberikan sosialisasi serupa kepada sejumlah komunitas, misalnya Go-Jek, Grab, dan anggota Organisasi Angkutan Darat (Organda). ”Kami akan datangi mereka dan membagikan brosur sekaligus memberikan penjelasan tentang sistem tilang elektronik ini,” kata Yusuf.
Salah satu pengendara ojek daring, Muhammad Fadil (24), berpendapat, pemberlakuan sistem tilang elektronik berpotensi merugikan pengendara. Sebab, kemacetan di Simpang Sarinah memaksa pengendara harus berhenti melewati marka zebra cross.
”Gimana kalau macet terus lampu keburu merah. Mau tak mau kan berhenti di depan zebra cross. Sensor sudah bisa menangkap pelanggaran dan kami dikirimi surat tilang,” kata Fadil.
Pengendara ojek daring lainnya, Among (22), mengaku belum mengetahui mekanisme penindakan pelanggaran melalui sistem tilang elektronik tersebut. Menurut dia akan timbul masalah jika pemilik STNK kendaraan berbeda dengan pengendaranya.
”Gimana kalau yang beli motor bekas, kan STNK-nya berbeda. Atau kalau motor yang dipakai motor pinjaman. Nanti pasti akan kacau pengurusannya,” kata Among.
Klarifikasi dan konfirmasi
Pengendara, lanjut Yusuf, bisa melakukan konfirmasi dan klarifikasi pelanggaran melalui laman resmi e-TLE yang telah disiapkan sejak 1 Oktober 2018, misalnya terkait pemindahtanganan kendaraan bermotor.
”Kalau kendaraan dipindahtangankan, berarti mereka harus melakukan konfirmasi atau klarifikasi. Mereka harus melapor juga kepada Samsat terdekat sehingga nanti data kendaraan tersebut bisa diubah,” kata Yusuf.
Surat konfirmasi akan diterima pelanggar agar bisa digunakan untuk mengonfirmasi melalui laman e-TLE. Pelanggar hanya diberikan waktu tujuh hari untuk melakukan klarifikasi. Jika tidak, STNK kendaraan akan diblokir petugas.
Yusuf mengatakan, selama masa uji coba, 821 pelanggaran yang direkam kamera pemantau. Sebagian besar pelanggaran dilakukan kendaraan pelat hitam.
Terkait mekanisme tilang tanpa persidangan, Yusuf mengatakan, hal itu akan ditindaklanjuti Korps Lalu Lintas Polri dengan mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung. Yusuf berharap mekanisme tersebut secepatnya diterapkan. (FAJAR RAMADHAN)