Diplomasi Seni Rupa
Tiga patung menyerupai sosok manusia, tetapi dengan penampilan tidak biasa. Setiap patung itu berkepala lebih dari satu dan berwajah dengan mulut menyerupai moncong hewan, lengkap dengan gigi-giginya yang runcing. Sosok itu juga punya ekor yang panjang. Di dadanya terdapat jam digital dan sepasang lampu.
Cokarda Yudistira
Patung instalasi berbahan kaca serat (fiberglass)karya Heri Dono, perupa dari Yogyakarta itu, menampilkan sosok manusia di peradaban modern, tetapi dalam dirinya masih terdapat unsur hewan purba.
”Karena tubuh masih berisikan DNA dinosaurus, harmonisasi, toleransi, dan konsep kemanusiaan yang adil dan beradab bagi seluruh rakyat akan sulit dilaksanakan dalam kehidupan yang bineka.” Begitu tulisan pengantar seni instalasi karya Heri Dono yang berjudul ”Dinosaurs Spirit” (2018) itu.
Heri Dono adalah satu dari 39 seniman yang karya-karyanya dihadirkan dalam pameran seni rupa kontemporer bertajuk ”Beyond the Myths” yang dibuka oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (9/10/2018).
Pameran seni rupa kontemporer yang berlangsung hingga 9 November itu sekaligus sebagai perayaan atas peresmian gedung Art Bali.Bali Collection (AB.BC) di kompleks Bali Collection, kawasan ITDC Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
Art Bali didedikasikan sebagai ruang bertemu dan berinteraksi seniman dan kalangan pegiat seni multidisiplin untuk berkreasi dan menampilkan karya-karya seni mereka kepada khalayak lebih luas. Art Bali diinisiasi Heri Pemad, pendiri dan direktur artistik Art Jog, yakni pameran seni rupa kontemporer di Yogyakarta. Pembangunan gedung AB.BC di kompleks galeri Bali Collection, ini didukung pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) dan dibantu PT Jakarta Setiabudi Internasional sebagai pemilik galeri Bali Collection.
Menariknya, peresmian Art Bali sekaligus penyelenggaraan pameran ”Beyond the Myths” itu berlangsung di tengah-tengah penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018 yang juga dipusatkan di ITDC Nusa Dua.
Sri Mulyani memberikan tanggapan positif dan mengapresiasi peresmian Art Bali dan pameran seni rupa kontemporer di Art Bali itu. Ia menyatakan, pameran ini menunjukkan seniman Indonesia terus berkarya dan karya seni itu memperkaya Indonesia.
”Saya mengapresiasi ide Pak Triawan (Kepala Bekraf Triawan Munaf) untuk mempersembahkan satu sudut yang menunjukkan keindahan Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Selain Heri Dono, pameran ”Beyond the Myths” juga menampilkan karya sejumlah seniman Bali, di antaranya, I Made Wianta, I Made Djirna, Nyoman Erawan, Pande Ketut Taman, dan I Wayan Upadana serta kelompok seniman Bali Nu-Abstract. Dari Yogyakarta, seniman yang ditampilkan karya-karyanya, antara lain, Agus Suwage, Nasirun, Samsul Arifin, dan Galam Zulkifli.
Sejumlah seniman dari Bandung juga menampilkan karya mereka, yakni Arin Dwihartanto Sunaryo, Joko Dwi Avianto, Nyoman Nuarta, dan Syagini Ratna Wulan bersama Bandu Darmawan. Terdapat pula karya dari Yani Mariani Sastranegara (Jakarta), Ashley Bickerton (Amerika Serikat), dan Filippo Sciascia (Italia). Seniman yang dilibatkan itu berasal dari lintas generasi, berbeda latar belakang dan disiplin seni, dan dari Indonesia maupun luar negeri.
Buka cakrawala
Pemilihan tema ”Beyond the Myths” menurut tim kurator pameran, Rifky Effendy dan Ignatia Nilu, bertujuan membuka cakrawala yang lebih luas dan lebih tajam pada berbagai fenomena di balik nilai-nilai sosial budaya di Indonesia maupun kaitannya dengan persoalan global. Karya yang dihadirkan dalam pameran dari beragam pendekatan, mulai lukisan, instalasi, patung, fotografi, video art, optical art, maupun karya interaktif, karya performatif, juga karya konseptual.
Perupa Nyoman Erawan menghadirkan karya instalasi terkini berjudul ”Cosmic Dance” dan juga serial lukisan berjudul ”Dancing With The Shadow #6” dan ”Dancing With The Shadow #7”. Erawan mengekspresikan tarian semesta dalam ”Cosmic Dance” dengan menggantung tatakan berbentuk roda dan menempatkan sebentuk patung di tengah-tengah roda itu
Penempatan itu memberikan kesan patung yang seakan-akan bergoyang. Kesan itu tertangkap karena tatakan berbentuk roda itu yang berayun. Adapun bayangan di lantai mengesankan kesemestaan. ”Saya memberi keleluasaan bagi penikmat seni untuk membayangkan dan menerjemahkannya,” ujar Erawan.
Nasirun menampilkan sekitar 150 artefak berupa pelat cetak tempo dulu yang direkatkan pada potongan papan. Nasirun memberi konteks pada setiap artefaknya itu melalui berbagai teknik, mulai pahatan maupun pewarnaan bahkan tulisan.
Pada sebuah karyanya, Nasirun memahat dan menggambar sebentuk kaki pada papan yang terdapat plat cetak sosok lelaki berpeci. Nasirun menuliskan kalimat ”Berdikari, berdiri di kaki sendiri”, di bawah ukiran kaki itu. Karya Nasirun berjudul ”Pusaka Nusantara”.
Karya rupa lainnya adalah patung Garuda Wisnu Kencana (2006). Patung karya Nyoman Nuarta tersebut adalah model dengan skala 1 : 20 dari patung Garuda Wisnu Kencana dari tembaga setinggi 75 meter yang kini berdiri megah di kawasan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana di Bukit Ungasan, Kuta Selatan. Pemajangan patung GWK karya Nuarta di Bali Art itu juga dilengkapi dengan penjelasan tentang proyek Garuda Wisnu Kencana dan tayangan film proyek Garuda Wisnu Kencana.
Kehadiran Bali Art di kompleks Bali Collection Nusa Dua, dan pameran seni rupa kontemporer ”Beyond the Myths” semakin menguatkan posisi Bali dalam pentas seni rupa modern.
Penyelenggaraan pameran seni rupa di Nusa Dua itu, menyemarakkan ajang pertemuan dan diplomasi perwakilan pemerintah, menteri keuangan, pemimpin lembaga keuangan, pemimpin korporasi, pelaku usaha, dan akademisi serta ekonom dari 189 negara di Bali.