NUSA DUA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, perang dagang dapat menurunkan produk domestik bruto global hingga 1 persen dalam dua tahun ke depan. Kebijakan setiap negara yang dianggap tidak mengakomodasi deeskalasi ketegangan perdagangan perlu direvisi.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyampaikan, perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat dan China akan merugikan kedua belah pihak yang berselisih. Kerugian juga dipastikan menimpa negara-negara yang terlibat dalam rantai pasok perdagangan di antara kedua kubu.
”Ketegangan perdagangan membuat momentum pertumbuhan ekonomi di dunia melambat karena dari perang dagang terdapat efek domino yang tidak hanya merugikan kedua kubu, tetapi juga negara-negara lain yang masuk dalam rantai pasok perdagangan mereka,” tutur Lagarde di Nusa Dua, Bali, Sabtu (13/10/2018).
Pihaknya mendesak negara-negara di dunia untuk memperdalam pasar domestik dengan bauran kebijakan moneter dan fiskal guna mengurangi ketegangan perdagangan. Jika perang dagang tidak segera mereda, diproyeksikan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 3,7 persen tahun ini, berkurang 0,2 poin di bawah perkiraan enam bulan lalu.
Jika perang dagang tidak segera mereda, diproyeksikan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 3,7 persen tahun ini, berkurang 0,2 poin di bawah perkiraan enam bulan lalu.
Selain perang dagang, ia mencatat, utang pemerintah dan swasta di sejumlah negara meningkat. Ia menyebutkan, jumlah utang di beberapa negara mencapai 182 triliun dollar AS atau 224 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah tersebut meningkat 60 persen dibandingkan posisi 2007.
Menurut dia, kondisi ini perlu diwaspadai karena akan membawa dana asing keluar dari pasar negara berkembang. Investor akan mencari instrumen investasi yang dianggap aman dalam hal pengembalian imbal hasil.
”Imbasnya, negara dengan jumlah utang besar, terlebih lagi terdampak perang dagang, rentan untuk ditinggal investor,” ujar Lagarde.
Dalam konferensi pers negara-negara G-20, Menteri Keuangan Argentina Nicolas Dujovne mengatakan, dampak dari perang dagang yang dirasakan negara-negara anggota G-20 hanya dapat diredam oleh anggota negara G-20 sendiri.
”Tentu saja dampak dari keterlibatan perdagangan harus diselesaikan oleh anggota-anggota yang menjadi bagian dari rantai pasok,” ucap Dujovne.
Seluruh anggota G-20 sepakat bahwa perdagangan internasional merupakan instrumen paling penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setiap anggota. Karena itu, kebijakan fiskal negara anggota G-20 didorong untuk memengaruhi sentimen pasar dan stabilitas gejolak keuangan.