Indonesia harus beralih ke pertumbuhan ekonomi hijau untuk pembangunan berkelanjutan. Namun, realitasnya, pembangunan infrastruktur ramah lingkungan tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Swasta kini bisa terlibat sebagai investor dengan membeli green bond/sukuk.
Obligasi hijau (green bond) dan sukuk hijau (green sukuk) merupakan instrumen investasi yang diterbitkan Kementerian Keuangan untuk membiayai berbagai proyek berbasis lingkungan. Tujuannya merangsang pertumbuhan jumlah proyek yang melawan perubahan iklim dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Di Indonesia, dampak perubahan iklim tak bisa dielakkan, seperti kebakaran hutan, kekeringan berbulan-bulan, dan kebanjiran. Dampak perubahan iklim ini nyatanya membebani perekonomian nasional. Mengutip data Kementerian Keuangan tahun 2000-2016, rata-rata kerugian ekonomi langsung, seperti kerusakan bangunan dan non-bangunan, mencapai Rp 22,85 triliun per tahun.
Untuk itu, isu seputar perubahan iklim bukan hanya menjadi perhatian pemerintah, tetapi dunia internasional. Negara-negara maju sudah melibatkan swasta dalam percepatan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan. Skema pembiayaan alternatif dalam bentuk investasi langsung dikembangkan agar tidak membebani APBN.
Pada Maret 2018, Indonesia menerbitkan green sukuk senilai 1,25 miliar dollar AS pertama di dunia. Pasar menyambut baik investasi berbasis syariah ini dengan imbal hasil 3,75 persen dan tenor 5 tahun. Para investor mayoritas berasal dari Timur Tengah, Asia, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Mereka dari kalangan manajer aset, bank, asuransi, bank sentral, dan bank privat.
Salah satu proyek ramah lingkungan yang dibiayai green sukuk adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Bandara Udara Tambolaka, Sumba, Nusa Tenggara Timur. Proyek energi terbarukan bernilai investasi Rp 783 miliar ini mulai dibangun pada 2016. Pengembangan energi baru dan terbarukan diprioritaskan untuk daerah yang aksesnya sulit.
“Pelayanan bandara lebih optimal sejak PLTS selesai dibangun. Dulu, listrik yang mengaliri bandara sering mati sehingga merusak sistem,” ujar Kepala Bandara Tambolaka Yohanes R Keraf yang dihubungi pada Rabu (10/10/2018).
Green sukuk dialokasikan untuk membiayai berbagai infrastruktu ramah lingkungan mulai dari energi terbarukan, ketehanan terhadap perubahan iklim, transportasi berkelanjutan, daur ulang sampah, dan proyek agrikuktur lainnya. Selain PLTS di Bandara Tambolaka, green sukuk membiayai jalur ganda kereta api dari Jakarta ke Surabaya (727 KM).
Kemenkeu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) juga menerbitkan obligasi hijau berkelanjutan senilai Rp 3 triliun dengan nilai emisi Rp 500 miliar pada penyaluran tahap pertama. PT SMI membagi proyek menjadi beberapa sektor, misalnya, transportasi rendah emisi, energi baru terbarukan, dan manajemen air berkelanjutan.
Sejauh ini PT SMI sudah memfasilitasi pembiayaan empat proyek green bond, yaitu transportasi rendah emisi LRT Jabodebek (PT KAI dan INKA), mini hydro Lubuk Gadang Sumatera Barat, mini hydro Tunggang Bengkulu, dan pengelolaan air bendung Cipasauran Banten. Investasi berbasis lingkungan memiliki daya tarik tersendiri sehingga peminatnya cukup tinggi.
Direktur Utama PT Krakatau Tirta Industri Agus Nizar Vidiansyah menuturkan, air dari bendung Cipasauran dimanfaatkan untuk air minum serta pengembangan investasi dan industri di daerah Cilegon. Bendung dibangun untuk mencukupi kebutuhan air bersih warga desa sekitar. Air didistribusikan ke industri dan rumah-rumah warga melalui pipa.
Daya tarik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, komitmen pemerintah membangun ekonomi hijau diharapkan menjadi sentimen positif bagi pasar. Penerbitan green bond/sukuk sejalan dengan implementasi Perjanjian Paris yang diratifikasi Indonesia tahun 2016. Dalam perjanjian itu, Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon 29 persen hingga 41 persen dengan bantuan pendanaan dari luar negeri pada tahun 2030.
Dengan membeli green bond/sukuk, investor berkontribusi langsung terhadap pembangunan ekonomi hijau berkelanjutan di Indonesia. Green bond yang diperdagangkan Bank Dunia terus meningkat dari total nilai 165 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 335 miliar dollar AS hingga Juni 2018. Bank Dunia juga menerbitkan 140 green bond dalam 14 mata uang senilai 11 miliar dollar AS.
Menurut Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini, Indonesia cukup memimpin dalam inisiasi pembiayaan hijau melalui penerbitan green bond. Pemerintah menjamin risiko dan kerangka kerja karena sudah memenuhi standar lokal, regional, hingga global. Selain memenuhi standar regulator, green bond yang diterbitkan PT SMI sudah diakui Center for International Climate Research (CICERO).
Pembangunan ekonomi hijau berkelanjutan tak bisa dinanti-nanti lagi. Pembangunan infrastruktur ramah lingkungan jadi tanggung jawab bersama.